Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Badan Usaha Milik Negara akan terus melanjutkan integrasi antara PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. dengan PT Pertamina Gas, meskipun peraturan pemerintah terkait induk usaha (holding) migas belum ditandatangani Presiden sampai saat ini.
Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis, dan Media Kementerian BUMN Fajar Harry Sampurno mengatakan, integrasi antara Perusahaan Gas Negara (PGN) dengan Pertagas akan tetap berjalan. Nanti, keduanya akan menjadi satu dan menjadi salah satu anak usaha Pertamina.
"Jadi, berjalan beriringan dengan proses penandatanganan PP holding migas tersebut," ujarnya, Rabu (21/2).
Harry menyebutkan, pihaknya akan memulai proses pemilihan skema integrasi pada awal bulan depan. Harapannya, proses integrasi juga bisa diselesaikan pada Maret 2018.
"Kami sih inginnya skema dipilih Maret, dan proses bisa selesai bulan itu juga. Kalau bisa lebih cepat kenapa tidak?" sebutnya.
Dia mengatakan, PGN memang harus menyiapkan dana untuk proses integrasi.
"Persiapan dana perlu, tetapi jangan dikhawatirkan hal itu," ujarnya.
Sebelumnya, opsi integrasi PGN dengan Pertagas melalui beberapa skema yakni, akuisisi, merger, dan inbreng.
Bila skema integrasi PGN-Pertagas dengan akuisisi, berarti anak usaha Pertamina itu akan menjadi anak usaha PGN di dalam subholding gas dari holding BUMN. Lalu, skema merger Pertagas akan digabung dengan PGN sebagai subholding gas.
Kemudian, skema inbreng bisa menjadi opsi integrasi PGN dan Pertagas yang paling efisien karena tidak perlu mengeluarkan dana untuk akuisisi maupun merger.
Sementara itu, Kementerian BUMN tidak khawatir terkait PP holding migas yang belum terbit menjelang 60 hari keputusan RUPS PGN. Pasalnya, dalam ketentuan RUPS PGN disebutkan hasil itu hanya berlaku 60 hari sehingga kalau PP holding migas tidak kunjung rampung dalam periode itu, hasil RUPS dinyatakan batal.