Bisnis.com, JAKARTA - Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta, membantah menghambat pelaksanaan aturan relokasi barang impor yang sudah mengantongi surat perintah pengeluaran barang (SPPB) atau longstay di Pelabuhan Tanjung Priok sebagaimana diamanatkan dalam Permenhub No:25/2017.
Kepala Kantor Pelayanan Utama (KPU) Bea dan Cukai Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta, Dwi Teguh Wibowo, mengatakan instansinya justru sangat mendukung beleid itu, karena barang impor yang sudah clearance kepabeanan bisa dikeluarkan/relokasi merupakan kegiatan business to business (B to B) antara pengelola terminal peti kemas dan pemilik barangnya.
“Itu kan B to B antara terminal dengan pemilik barangnya. Pada prinsipnya, bagi kami silakan saja, namun sisdur kita yang belum mengatur itu, makanya perlu didiskusikan lagi dengan stakeholders terkait agar lebih matang. Kalau importir dan terminal sudah terminal kuat b to b nya itu monggo saja sepanjang tidak ada tuntutan di kemudian hari dari pemilik barang terhadap Bea dan Cukai. Jadi jangan dibilang kami menghambat, ” ujarnya kepada Bisnis pada Selasa (31/10/2017).
Menurut dia, dalam kaitan siapa yang bertanggung jawab atas kegiatan relokasi barang impor longstay di Pelabuhan Priok itu, pihak pengelola terminal peti kemas ekspor impor di mesti menyampaikan dokumen pemberitahuan terlebih dahulu kepada Bea dan Cukai.
“Harus ada surat dulu ke Bea dan Cukai sehingga barang itu dikeluarkan oleh terminal sehingga ada klausul tanggung jawab itu di terminal,” paparnya.
Di sisi lain, kata dia, sebenarnya masih ada barang impor yang meslipun sudah mengantongi SPPB namun masih mesti diawasi oleh Bea dan Cukai seperti barang impor dengan criteria BC.2.3 yang mesti direlokasi ke kawasan berikat.
Baca Juga
Dwi Teguh juga mengungkapkan KPU Bea dan Cukai Pelabuhan Tanjung Priok sedang menyiapkan jawaban atas surat Asosiasi Pengelola Terminal Peti Kemas Indonesia (APTPI) di Pelabuhan Priok terkait dengan relokasi barang impor sudah SPPB atau longstay tersebut.
Dia menyebutkan karekteristik barang impor yang menumpuk di Pelabuhan Tanjung Priok saat ini, terdapat sekitar 60% peti kemas impor yang belum diketahui apakah sudah SPPB/Clearance pabean atau belum SPPB namun sudah menumpuk satu hingga tiga hari di lini satu pelabuhan.
“Sedang saya susun untuk menjawab surat APTPI itu, pada prinsipnya Bea dan Cukai mendukung regulasi yang sudah dikeluarkan pemerintah. Jadi jangan sampai ada anggapan bahwa kami menghambat beleid itu,” tuturnya.
Dikonfirmasi Bisnis, Wakil Dirut PT.Jakarta International Container Terminal (JICT) Riza Erivan mengatakan pengelola terminal peti kemas di Pelabuhan Priok sudah menyampaikan surat kepada Bea dan Cukai Pelabuhan Priok melalui APTPI untuk meminta pendapat Bea dan Cukai terhadap pelaksanaan relokasi barang longstay di pelabuhan itu.
“Melalui APTPI kami sudah kirimkan surat ke Bea dan Cukai Priok. Kami masih menunggu responnya terkait hal itu,” ujarnya.
Tindak Tegas
Ketua Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) DKI Jakarta Subandi mengatakan harus ada tindakan tigas terhadap siapapun penghambat aturan yang sudah diterbitkan pemerintah.
Pasalnya, menurut dia, sudah sangat jelas disebutkan bahwa dalam PM 25/2017 ditegaskan peti kemas yang sudah mendapat Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB) dari Bea dan Cukai setelah 3 hari harus direlokasi ke luar pelabuhan.
“Kalau aturan setingkat Permenhub tak bisa dijalankan, ada apa ini? Siapa yang menghambat perlu diberi tindakan. Jangan sampai ada konspirasi dan bila perlu tim saber pungli turun tangan ke pelabuhan Priok. Sebab, menurut saya, penjelasan dan diskusi soal PM 25 /2017 dengan Terminal Petikemas di Priok sudah cukup dilakukan. Ini cuma soal ketidak taatan pada aturan,” tuturnya.
Subandi juga mengatakan terminal peti kemas di Priok saat ini sudah sangat menikmati pendapatan dari biaya storage atau sisi darat karena pendapatan sisi lautnya tidak bisa diandalkan lagi menyusul merosotnya arus kapal dan bongkar muat. “Padahal bisnis inti terminal itu kan mestinya bongkar muat atau layanan kapal sisi laut, bukan dari storage yang saat ini berlaku progresif atau penalti.”
Saat ini di Tanjung Priok terdapat lima fasilitas terminal ekspor impor yakni Jakarta International Container Terminal (JICT), Terminal Peti Kemas Koja, New Priok Container Terminal, Terminal Mustika Alam Lestari (MAL) dan Terminal 3 Pelabuhan Priok.
Adapun relokasi peti kemas longstay yang sudah mengantongi SPPB atau sudah clearance sudah diatur melalui Permenhub No: 25 Tahun 2017 tentang perubahan atas peraturan menteri perhubungan nomor PM 116 tahun 2016 tentang pemindahan barang yang melewati batas waktu penumpukan (long stay) di pelabuhan utama belawan, pelabuhan utama Tanjung Priok, Tanjung Perak, dan Makassar.
Beleid itu juga diperkuat dengan adanya peraturan Kepala Kantor Otoritas Pelabuhan Utama Tanjung Priok No:UM.008/27/11/OP.TPK.2017 tanggal 9 Oktober 2017 tentang perubahan atas peraturan kepala kantor otoritas pelabuhan utama Tanjung Priok No:UM.008/31/7/OP.TPK.2016 tanggal 10 november 2016 tentang tata cara pemindahan barang yang melewati batas waktu penumpukan (long stay) di pelabuhan Tanjung Priok.