Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

GINSI Kecewa Pembiaran Tarif Ilegal Bongkar Muat Kargo di Priok

GINSI DKI kecewa atas pembiaran tarif ilegal untuk kegiatan bongkar muat barang non-peti kemas atau ongkos pelabuhan pemuatan dan ongkos pelabuhan tujuan di Pelabuhan Priok.
Suasana bongkar muat peti kemas di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (29/9)./Bisnis.com-Abdullah Azzam
Suasana bongkar muat peti kemas di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (29/9)./Bisnis.com-Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA - Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) DKI Jakarta kecewa atas pembiaran tarif ilegal untuk kegiatan bongkar muat barang non-peti kemas atau ongkos pelabuhan pemuatan dan ongkos pelabuhan tujuan (OPP-OPT) di Pelabuhan Tanjung Priok.

Ketua BPD GINSI DKI Jakarta Subandi mengatakan hingga saat ini belum ada langkah konkret dari manajemen pengelola PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II cabang Tanjung Priok untuk membicarakan hal itu dengan kalangan pelaku usaha atauun pengguna jasa di pelabuhan.

“Terkesan dibiarkan berlarut-larut, padahal OPPT-OPT yang dipungut di Priok saat ini kategori ilegal sebab tarif yang dimaksud itu tidak ada payung hukumnya. Kesepakatan dan pedoman tarif OPP/OPT itu sudah kedaluarsa hampir 3 tahun,” ujarnya kepada Bisnis pada Selasa (17/10/2017).

Subandi menuturkan GINSI selaku pemilik barang impor di Priok tidak setuju jika tarif OPP-OPT di Pelabuhan Priok yang sudah habis masa berlakunya itu langsung diperpanjang tanpa ada kalkuliasi ulang dan pembahasan lebih lanjut dengan pengguna jasa.

Pasalnya, menurut dia, GINSI menginginkan tarif bongkar muat kargo non-peti kemas di Priok dipisahkan menjadi tiga kelompok barang sesuai dengan produktivitas bongkar muat barangnya di pelabuhan.

Subandi menjelaskan saat ini tarif tersebut hanya berlandaskan satu kelompok barang (kargo umum), sehingga kelompok barang yang produktivitasnya rendah disamakan dengan yang produktivitasnya tinggi. “Itu tak adil dan tidak mendorong percepatan dan peningkatan produktivitas bongkar muat.”

Masalah lain, lanjutnya, penanganan kargo umum jenis breakbulk di Pelabuhan Priok juga masih dianaktirikan dan banyak biaya yang seharusnya tidak boleh ada, termasuk biaya surcharges dan biaya pindah lokasi penumpukan kargo breakbulk.

“Kami mendesak semua ditertibkan dan dikalkulasi ulang berapa yang ril sebenarnya tarif bongkar muat kargo non-peti kemas di Priok tersebut untuk mendukung program pemerintah menekan biaya logistik. Kami tetap menganggap tarif OPP/OPT sekarang ilegal lantaran tidak ada tuntunannya,” kata Subandi.

Data  PT Pelindo II menyebutkan arus bongkar muat barang non-peti kemas yang dilayani di Pelabuhan Tanjung Priok selama Januari-September 2017 mencapai 11.502.847 ton, atau turun sekitar 22% dibandingkan dengan realisasi periode yang sama tahun lalu yang 14.900.359 ton. 

Jumlah arus barang non-peti kemas selama periode Januari-September  2017 itu berasal dari kargo umum 3.874.742 ton, barang dalam kemasan (bag cargo) 139,422 ton, curah cair 1.191.399 ton, curah kering  3.256.833 ton, dan barang lainnya 3.040.451 ton.

Adapun pada periode yang sama tahun lalu, untuk kargo umum 4.643.992 ton, bag cargo 563.697 ton, curah cair 1.390.700 ton, curah kering 4.844.371 ton, dan barang lainnya 3.457.599 ton.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Akhmad Mabrori
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper