Bisnis.com, JAKARTA - Realisasi kuota penangkapan tuna sirip biru selatan Indonesia di Samudra Hindia masih rendah hingga awal semester II/2017.
Berdasarkan data sementara Direktorat Sumber Daya Ikan Kementerian Kelautan dan Perikanan per 31 Juli, realisasi penangkapan masih 153,4 ton dari kuota Indonesia di the Commission for the Conservation of Southern Bluefin Tuna (CCSBT) tahun ini sebanyak 899,4 ton.
Tahun lalu, realisasi penangkapan tuna di salah satu organisasi pengelolaan perikanan regional (RFMO) itu di bawah kuota 750 ton, yakni hanya 600,6 ton. Pemanfaatan (utilisasi) di bawah kuota itu terjadi pertama kali pada 2015. Sebelumnya selama 2011-2014, volume penangkapan SBT Indonesia selalu melebihi kuota (overkuota). Beruntung, sisa jatah 2016 yang tidak terealisasi itu ditarik ke 2017 sehingga kuota tahun ini 899,4 ton.
Kuota yang tidak terealisasi selama dua tahun berturut-turut itu sejalan dengan jumlah kapal penangkap SBT yang menurun drastis pada 2015 dan berlanjut hingga kini. Data Direktorat itu menyebutkan jumlah kapal aktif yang menangkap SBT pada 2014 masih 190 unit, terdiri atas 109 kapal ukuran di atas 30 gros ton (GT) dan 81 kapal sampai dengan 30 GT.
Jumlah itu anjlok menjadi 112 kapal (35 kapal di atas 30 GT dan 77 kapal s.d. 30 GT) pada 2015 dan semakin berkurang pada tahun berikutnya menjadi 107 kapal (42 kapal di atas 30 GT dan 65 kapal s.d. 30 GT). Bahkan per 31 Juli, jumlah kapal yang beroperasi tinggal 55 unit, terdiri atas 30 kapal di atas 30 GT dan 25 kapal s.d. 30 GT.
Di sisi lain, Indonesia setiap tahun membayar iuran kepada CCSBT. Pada 2016, iuran yang dibayarkan 153.424 dolar Australia, meningkat dari dana yang dibayar saat negara ini baru bergabung menjadi anggota organisasi itu pada 2008 senilai 127.929 dolar Australia.