Bisnis com, BANDUNG - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) serius mengatur tata kelola dan mengembangkan potensi pulau-pulau di Indonesia yang dikenal sebagai negara kepulauan dengan jumlah hingga 17.000 pulau.
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengatakan kedaulatan menjadi misi pertama karena sangat penting memastikan kemandirian dari awal untuk membangun ekonomi mandiri yang menjadi visi pemerintah. Untuk itu pihaknya berupaya melakukan sertifikasi dan verifikasi kepemilikan pulau yang menjadi aset negara.
"Memang benar pengelolaan pulau harus sesuai aturan. KKP mulai mengiventarisasi, mendata, memberikan nama dan mendaftarkan nama," ujar Susi ketika memberikan kuliah umum dengan topik Prioritas Pembangunan Kelautan dan Perikanan di Indonesia di Aula Barat Institut Teknologi Bandung (ITB) pada Jumat (3/2/2017).
Lebih lanjut, Susi memaparkan saat ini arah kebijakan pemerintah adalah dengan melakukan sertifikasi atas tanah di 111 Pulau-Pulau Kecil dan Terluar (PPKT) atas nama negara.
"Rencananya ada 1160 pulau akan didaftarkan ke Sidang PBB pada Agustus nanti. Harapannya ada 2800 pulau lagi tahun depan yang didaftarkan. Mudah-mudahan dengan sebutan 17.000 pulau itu bisa terverifikasi," katanya.
Susi menjelaskan penamaan pulau secara resmi dilakukan oleh negara dimana usulan namanya dapat dari usulan daerah kemudian ada verifikasi dari tiga kementerian dimana salah satunya KKP, serta didaftarkan ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk mendapat pengakuan secara internasional.
"Ada sekitar 60 yang bermasalah dan ini akan ditertibkan. Misal ada resort di Pulau Morotai, silahkan itu nama resortnya tetapi nama pulau itu negara yang membuat nama, usulan dari daerah, verifikasi 3 kementerian, yang mengesahkan agar diakui internasional didaftarkan ke PBB," tegasnya.
Adapun terkait pengelolaan, Susi mengatakan dibolehkan dikelola asing maupun dalam negeri tetapi ada tata aturannya.
"Satu pulau tidak boleh dimiliki hanya hak guna saja yang ada, 30 persen dari pulau oleh negara dengan syarat ada lahan hijau serta tetap menjaga akses publik, pengelola hanya boleh 70%," katanya.
Berdasarkan UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria, warga negara asing ataupun badan hukum asing tidak dapat memperoleh hak milik atas tanah di Indonesia, termasuk hak milik atas tanah di pulau manapun di wilayah Indonesia. Pihak asing hanya dapat diberikan hak pakai atas tanah, hak sewa, hak guna bangunan dan hak guna usaha.
"Kita harus mulai membangun pulau terluar di Indonesia, Sebatik sudah hilang. Kita harus memulai jika kita tidak membantu saudara yan di wilayah terluar yang lebih dekat dengan negara tetangga, nanti diambil dikelola orang lain marah-marah," katanya.
Lebih lanjut, Susi mengatakan potensi laut Indonesia besar, namun belum teroptimalkan padahal dua pertiga wilayah Indonesia adalah laut dan garis panjang pantainya terbesar ke-2 di dunia. Dia menambahkan laut adalah sumber kekayaan Indonesia, karena ikan hidup dan terus berkembang.
"Indonesia sangat kaya tapi karena kurang kepedulian sehingga banyak yang hilang dan tidak memberikan manfaat kesejahteraan yang dapat dirasakan," pungkasnya.