Bisnis.com, JAKARTA - Tingkat ketimpangan penduduk Indonesia yang diukur menggunakan Gini Ratio per Maret 2016 mengalami penurunan tipis yang dipicu penurunan pengeluaran kelompok masyarakat kaya akibat perlambatan perekonomian global. Tidak ada perbaikan pengeluaran kelompok masyarakat miskin.
Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia yang diukur dengan Gini Ratio mengalami penurunan tipis dari 0,402 pada September 2015 menjadi 0,397 pada Maret 2016. Namun jika dibulatkan dua angka di belakang koma, angka gini ratio stagnan di level 0,40.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance Ahmad Heri Firdaus menilai penurunan Gini Ratio bukan karena pemerintah berhasil mengurangi ketimpangan.
Berdasarkan data BPS, tambahnya, Gini Ratio turun tipis karena pengeluaran 20% masyarakat atas menurun karena perlambatan perekonomian global. Selain itu, pengeluaran 40% kelompok masyarakat menengah juga membaik karena aktivitas ekonomi kreatif serta usaha kecil dan menengah (UKM). “Lebih dikarenakan kondisi ekonomi yang belum pulih,” katanya kepada Bisnis, Jumat (19/8/2016).
Dia menjelaskan idealnya Gini Ratio turun karena percepatan pertumbuhan ekonomi kelas menengah ke bawah lebih cepat dari pada kelas menengah atas. Kendati turun tipis, tingkat ketimpangan di Indonesia sebenarnya masih tinggi. Gini ratio idealnya bergerak di level 0,28 hingga 0,33 pada negara lower middle income yang bergerak upper middle income.
Dalam rangka menurunkan tingkat ketimpangan, dia merekomendasikan agar pemerintah beruapa membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya. “Terutama industri padat karya baik skala UMKM, sedang maupun besar perlu dikembangkan,” tegasnya.
Ekonom Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia I Kadek Dian Sutrisna membenarkan Gini Ratio turun tipis karena ada penurunan pengeluaran di kelompok masyatakat atas.
Adapun di kelompok masyarakat miskin, pengeluaran belum membaik. Bahkan pengeluaran kelompok masyarakat berpenghasilan rendah mengalami penurunan, namun tidak sebesar kelompok masyarakat atas.
Hal tersebut terindikasi dari data BPS yang menunjukkan penurnan ketimpangan di perkotaan lebih besar dibandingkan penurunan ketimpangan di perdesaan. Gini Ratio di perkotaan mencapai 0,410 pada Maret 2016, turun 0,018 dibandingkan gini ratio pada Maret 2015. Angka ini juga turun 0,009 poin dibandingkan September 2015.
Sementara gini ratio di perdesaan pada Maret 2016 mencapai 0,327, menurun 0,007 poin dibandingkan Gini Ratio Maret 2015 yang sebesar 0,334. Nilai tersebut juga turun 0,002 poin dibandingkan Gini Ratio September 2015 yang sebesar 0,329.
Pada Maret 2016, sebanyak 40% penduduk dengan pengeluaran terendah di perdesaan membelanjakan Rp382.427 per bulan baik. Sementara 40% penduduk menengah mengeluarkan Rp684.540 per bulan dan 20% penduduk teratas membelanjakan Rp1,461 juta per bulan.
Adapun di perkotaan, sebanyak 40% penduduk terendah mengeluarkan Rp495.560 per bulan per Maret 2016. Sedangkan 40% penduduk menengah membelanjakan Rp1,072 juta per bulan dan sebanyak 20% penduduk kelas atas mengeluarkan Rp2,765 juta.
Kadek menilai tingkat ketimpangan di Indonesia masih terbilang curam. Ketimpangan masuk kategori rendah saat Gini Ratio di bawah 0,30.
Masalah ketimpangan harus menjadi perhatian serius pemerintah. Pemerintah bisa meningkatkan akses masyarakat miskin kepada pendidikan, kesehatan, dan kesempatan memperoleh pekerjaan. Dengan begitu, pertumbuhan ekonomi bisa dinikmati secara merata oleh semua lapisan masyarakat.