Bisnis.com, JAKARTA — Uni Eropa bersikap terbuka dengan permintaan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan agar lisensi Forest Law Enforcement Governance and Trade (FLEGT) atas produk kehutanan Indonesia tetap berlaku di kawasan itu.
Lisensi FLEGT memungkinkan produk Indonesia tidak perlu melalui uji kelayakan (due dilligence) ketika masuk Benua Biru. Namun, lisensi yang direncanakan berlaku pada 1 Januari 2016 itu terancam kandas menyusul batalnya implementasi penuh sistem verifikasi legalitas kayu (SVLK).
Perwakilan delegasi UE di Indonesia Giovanni Seritella mengatakan sikap resmi UE tergantung hasil negosiasi yang kini sedang berlangsung di Markas UE, Brussel, Belgia.
Selain itu, akan diadakan pertemuan-pertemuan lanjutan komite implementasi bersama Indonesia-UE.
“Kami akan bekerja keras mencari solusinya,” katanya dalam keterangan tertulis, Rabu (18/11/2015).
Giovanni mengakui SVLK adalah sistem paling maju dan paling sukses untuk implementasi FLEGT. Selain Indonesia, UE juga melakukan negosiasi FLEGT dengan sejumlah negara produsen kayu di Afrika dan Asia, termasuk Malaysia.
Staf Ahli Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Agus Justianto mengatakan Indonesia mengirimkan misi diplomatik untuk melobi UE agar tetap konsisten mengakui sertifikat V-Legal (bukti pemenuhan SVLK) sebagai lisensi FLEGT.
Misi diplomatik yang dipimpin oleh Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Produksi Lestari KLHK Ida Bagus Putera Parthama dijadwalkan bertemu dengan Dirjen Lingkungan, Maritim, dan Perikanan UE Karmenu Vella di Markas UE di Brussel, Belgia, Rabu (18/11) waktu setempat.
Sebelumnya, Putera mengatakan tanpa harus melewati uji kelayakan, daya saing produk kehutanan Indonesia di pasar Benua Biru akan meningkat. “Kami akan berargumen: pada akhirnya eksportir akan menggunakan SVLK karena kemauan sendiri. Sebab, tanpa SVLK, cepat atau lambat barangnya tidak laku di sana,” katanya.
Indonesia dan UE terikat perjanjian Voluntary Partnership Agreement (VPA) FLEGT sejak 30 September 2013. Dalam ikrar tersebut, Indonesia sepakat mempromosikan perdagangan kayu legal melalui pemberlakuan SVLK.
Namun, implementasi SVLK batal diterapkan penuh menyusul terbitnya Peraturan Menteri Perdagangan No. 89/2015 tentang Ketentuan Ekspor Produk Kehutanan pada 19 Oktober 2015. Beleid itu membebaskan 15 pos tarif produk mebel dari kewajiban SVLK sehingga mengancam lisensi FLEGT.