Bisnis.com, BANDUNG--Kalangan petani meminta impor beras yang dilakukan pemerintah saat ini dihentikan dulu mengingat musim panen di tingkat petani masih berlangsung hingga akhir tahun ini.
Ketua Kontak Tani dan Nelayan Andalan (KTNA) Jabar Rali Sukari mengaku sudah bersepakat dengan Kementerian Pertanian beberapa waktu lalu jika pemerintah belum akan mengimpor beras sebab petani masih dalam tahap panen hingga akhir tahun mendatang. Akan tetapi, kenyataannya pemerintah sudah mulai melakukan impor beras.
Menurutnya, impor beras terjadi karena kurang sinerginya antara satu instansi dengan instansi lainnya. Bahkan, sinergi pemerintah dengan kalangan petani mun mengalami hal serupa.
"Bahkan menurut keterangan Badan Pusat Statistik jika produksi padi dalam negeri meningkat dari 70 juta GKG ton per tahun menjadi 74 juta ton GKG per tahun," ujarnya kepada Bisnis.com, Kamis (12/11/2015).
Dia melanjutkan, hingga akhir Desember diprediksi produksi padi yang masih dipanen mencapai 1,5 juta ha dengan hasil diperkirakan 4 ton GKG per ha.
"Jadi sebenarnya impor beras ini belum harus dilakukan karena dikhawatirkan mengganggu penyerapan beras di tingkat petani," katanya.
Dia menambahkan, jika impor beras tersebut untuk menutupi target penyerapan Bulog maka sampai kapan pun tidak akan menyelesaikan masalah.
Rali beralasan selama ini Bulog selalu membeli beras di tingkat petani di bawah harga pembelian pemerintah (HPP). Alhasil, banyak petani lebih baik menjual beras mereka langsung ke pasaran.
"Pemerintah kalau dasarnya mengimpor itu karena Bulog tidak dapat menyerap beras di tingkat petani salah. Karena jika mengacu pada HPP sampai kapan pun ya tidak akan tercapai," katanya.
Oleh karena itu, dia meminta pemerintah bersinergi bersama petani untuk membicarakan persoalan penyerapan beras agar sesuai dengan target.
"Salah satunya HPP harus ditingkatkan, karena harganya masih cenderung rendah dibandingkan dijual ke pasaran secara langsung."
Sementara itu, Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Jawa Barat menilai impor beras yang dilakukan oleh pemerintah jangan dijadikan komoditas politik.
Ketua Harian HKTI Jabar Entang Sastraatmadja menyatakan impor beras tersebut dilakukan harus sebagai cadangan pangan dalam negeri. Sebab, untuk produksi Indonesia sudah terpenuhi.
"Kalau untuk cadangan boleh saja, tapi kalau untuk pemenuhan produksi kurang etis dilakukan," katanya.