Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Diharapkan Naik 50%, Kinerja Ekspor Furnitur Justru Terancam

Ekspor furnitur Indonesia tahun ini diprediksi bakal turun dibandingkan dengan tahun lalu. Ini berbeda dengan prediksi di awal tahun yang diyakini naik 50%.
Pengrajin mengecat kursi dari bahan baku rotan di sebuah industri kecil di Pekayon, Bekasi, Jawa Barat/Antara
Pengrajin mengecat kursi dari bahan baku rotan di sebuah industri kecil di Pekayon, Bekasi, Jawa Barat/Antara

Bisnis.com, JAKARTA - Ekspor furnitur Indonesia tahun ini diprediksi bakal turun dibandingkan dengan tahun lalu. Ini berbeda dengan prediksi di awal tahun yang diyakini naik 50%.

Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, kinerja ekspor furnitur pada Januari - Juli 2015 mencapai US$1,01 miliar atau turun 4,38% dibanding periode yang sama pada tahun lalu sebesar US$1,06 ,iliar.

Ketua Umum Asosiasi Mebel dan Kerajinan Indonesia (AMKRI) Rudi Halim mengatakan ada sejumlah hambatan yang menjadi kendala peningkatan ekspor furnitur pada tahun ini termasuk yang berasal dari kebijakan pemerintah.

“AMKRI oleh para pengurus sebelumnya menargetkan peningkatan ekspor hingga 50%, tapi dengan adanya ini saya khawatir justru turun,” kata Rudi Halim di Jakarta pada Selasa (29/9/2015).

Beberapa hambatan tersebut a.l. adanya regulasi untuk memiliki Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK), kegiatan penyelundupan rotan mentah yang munculkan pesaing baru dari luar negeri, harga bahan baku kayu jati yang terus meningkat, kenaikan upah minimum regional yang dilakukan melalui unjuk rasa anarkis, serta biaya tinggi pelabuhan dan bongkar muat barang.

Rudi menilai hambatan-hambatan yang ditemui para pelaku usaha tersebut menyebabkan daya saing produk mebel menurun. Saat ini Indonesia telah kalah bersaing dengan negara-negara tetangga yang menjadi kompetitor seperti Malaysia, Thailand, dan Vietnam. “Diam-diam kita sudah naikin bendera putih. Ke depan kita berhadapan dengan Kamboja dan Myanmar.”

Untuk meningkatkan daya saing ekspor produk furnitur Indonesia, menurutnya, pemerintah harus segera membebaskan industri hilir dari kewajiban SVLK. Adapun, aturan SVLK cukup diterapkan untuk sektor hulu saja.

Selain itu, terkait harga bahan baku, pihaknya meminta agar ada penurunan harga atau setidaknya tidak lagi ada kenaikan yang terjadi terus menerus. Sedangkan untuk kebijakan UMR, AMKRI meminta penentuan upah dikembalikan lagi kepada pemerintah pusat atau dilakukan secara tersentralisasi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper