Bisnis.com, JAKARTA- Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Sofyan Djalil menyampaikan hasil rapat koordinasi yang membahas program biodiesel.
"Rakornya tadi kita mendetilkan PP dan Perpres tentang kewajiban biodiesel 15%," kata Sofyan usai rapat di Kemenko, Sabtu (4/4/2015).
Rapat tersebut juga dihadiri oleh Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Rida Mulyana, serta Senior Vice President Fuel Marketing and Distribution PT Pertamina (Persero) Suhartoko.
Setelah berlangsung selama kurang lebih 3,5 jam Sofyan menegaskan karena harga minyak sawit yang di bawah US$ 750 per ton yakni US$ 590 per ton, pemerintah berinisiatif meniadakan bea keluar.
Bea keluar ini selanjutnya digantikan oleh pungutan khusus sebesar US$ 50 per ton kelapa sawit dan US$ 30 per ton untuk produk turunannya. Untuk mengumpulkan pungutan tersebut, pihaknya akan segera membentuk badan khusus yang mengurusi pendanaan minyak sawit. Badan tersebut akan diberi nama CPO Supporting Fund (CSF).
Dana yang terkumpul di CSF nanti akan digunakan untuk mendukung penggunaan 15% bahan bakar nabati yang dicampurkan ke dalam solar. Selain itu, dana ditujukan untuk membantu peremajaan perkebunan dan petani sawit.
"Dana itu akan digunakan sebagai kompensasi karena selisih harga solar dengan harga biodiesel, karena Pertamina akan membeli harga biodiesel sesuai harga MOPS, tapi kan harga biodiesel lebih tinggi. Selisih ini akan kita bayar dari dana kumpulan US$ 50 tadi," tuturnya.