Bisnis.com, JAKARTA—Produsen terigu optimistis pertumbuhan kinerja di atas 6% pada 2015 seiring dengan kondisi makro ekonomi yang kian kondusif dan meningkatnya konsumsi.
Direktur Eksekutif Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (Aptindo) Ratna Sari Loppies mengatakan tren pertumbuhan di atas gross domestic product (GDP) terus berlanjut, untuk tahun depan diyakini dapat menyentuh 6%-7%.
“Memang tren pertumbuhannya di atas GDP, untuk tahun depan berada pada kisaran 6%—7%,” tuturnya saat dihubungi Bisnis, Selasa (30/12/2014).
Selama 10 tahun terakhir, rata-rata pertumbuhan industri tepung terigu berkisar 5% - 6%. Konsumsi terigu pada Januari—November 2014 mencapai 5,05 juta ton atau naik 4,13% dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu.
Bila diperbandingkan dengan periode sebelumnya, pencapaian pada tahun ini relatif sama dengan periode 2013 yang tumbuh 4,1% menjadi 5,34 juta ton dibandingkan dengan 2012.
Dia menyebutkan kebutuhan pasar dalam negeri sebanyak 96,4% dipasok dari produsen lokal, sisa nya yaitu 3,6% dipasok dari impor yang terbesar berasal dari Turki, India, Srilanka, Ukraina, dan Malaysia.
Kinerja ekspor tepung terigu nasional terus mengalami pertumbuhan signifikan dalam dua tahun terakhir, dengan persentase di atas 40% setiap tahunnya. Akan tetapi, kinerja ekspor Januari—September 2014 mengalami perlambatan pertumbuhan sebesar 14,3% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.
Ketua Umum Aptindo Franciscus Werilang mengatakan kondisi yang diperkirakan cukup kondusif tahun depan akan mendorong pertumbuhan industri terigu bertumbuh sama atau lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi.
“Potensi kita besar, terlihat dari diliriknya Indonesia oleh sejumlah produsen terigu dari Jepang, yang mengikat kerja sama dengan produsen terigu lokal. Selama kebijakan makro yang diambil tepat, tanpa banyak gangguan di bidang politik, maka posisi Indonesia lebih menjanjikan dibanding kan China dan India,” tutur nya dalam siaran pers yang di terima Bisnis, Selasa (30/12/2014).
Menurutnya, Indonesia dijadikan sebagai basis industri terigu di wilayah Asia Timur. Dengan kondisi seperti ini, mindset industri tidak hanya fokus di pasar domestik, melainkan juga mengisi pasar ekspor.
Tepung terigu Indonesia diekspor ke Filipina, Timor Leste, dan Thailand. Selain itu, ekspor terigu juga masuk Korea Selatan, Singapura, Vietnam, Australia, Jepang, dan Hong
Kong, sehingga sampai Sep tember 2014 ekspornya mencapai senilai US$30 juta.
KONSUMSI MENINGKAT
Berdasarkan data yang dikompilasi Indonesia Research and Strategic Analysis (IRSA) rata-rata konsumsi makanan mengandung beras turun dari 2,1 kg menjadi 1,9 kg beras per minggu atau dari 107,7 kg pada 2002 menjadi 97,4 kg pada 2013. Turunnya tingkat konsumsi beras sebagian disebabkan meningkatnya konsumsi gandum.
Pertumbuhan konsumsi terigu direspons oleh dunia usaha dengan tambahan enam pabrik baru di Indonesia, a.l. Cerestar Flour Mills (Medan, Gresik, dan Cilegon), Wilmar Flour Mills (Gresik) serta Pundi Kencana (Cilegon).
Lewat tambahan pabrik tersebut, total kapasitas pabrik naik menjadi sekitar 10,3 juta ton, sedangkan kapasitas 2013 sekitar 9 juta ton, yang berasal dari 23 pabrik. Total kapasitas terpakai dari seluruh pabrik rata-rata 60% per tahun.
Ratna menjelaskan produk sampingan tepung terigu juga mengalami pertumbuhan ekspor yang signifikan. Kinerja ekspor produk sampingan terigu pada Januari – September 2014 sebesar 370.097 ton atau senilai US$80,665 juta bertumbuh 11,9% dibandingkan dengan kinerja periode tahun sebelumnya.