Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

IMPOR PANGAN: Bisa Dibendung dengan Kebijakan 'Bottom-Up'

Guna mengerem kencangnya laju impor produk pertanian yang melesat empat kali lipat dalam 1 dekade terakhir, pemerintah dinilai perlu membalik pola kebijakan sektor agrikultur menjadi bottom-up.
Produk pangan impor/Bisnis
Produk pangan impor/Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA—Guna mengerem kencangnya laju impor produk pertanian yang melesat empat kali lipat dalam 1 dekade terakhir, pemerintah dinilai perlu membalik pola kebijakan sektor agrikultur menjadi bottom-up.

Perubahan manuver kebijakan tersebut dinilai perlu untuk segera dipetakan, mengingat saat ini produk pertanian asing telah mendominasi 30% dari total produk pertanian yang beredar di pasar konsumsi eceran Indonesia.

 Badan Pusat Statistik (BPS) pun mengungkapkan impor produk pertanian naik 346,10% dari periode 2003 hingga 2013. Kenaikan itu setara dengan pertumbuhan pembelian dari US$3,34 miliar pada 2003 ke level US$14,90 miliar tahun lalu.

Guru Besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santosa menjelaskan impor pertanian yang tak terbendung selama pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dipicu oleh kebijakan yang menempatkan petani hanya sebagai obyek.

“Upaya ke depan seharusnya difokuskan untuk kesejahteraan petani kecil, melindungi mereka dari perdagangan pangan internasional yang tidak adail, serta membalikkan struktur piramida pertanian Indonesia. Bila ini dilakukan, maka peningkatan produksi akan berjalan dengan sendirinya,” katanya ketika dihubungi, Rabu (13/8/2014).

 Menurutnya, program pertanian pemerintah selama ini bersifat ‘top-down’ dan tidak ada sinergi antarkebijakan. Pelaku industri agri, produsen benih, korporasi pertanian, dan spekulan pangan berada di puncak piramida kebijakan sektor tersebut.

 Misalnya saja, sebut Dwi, program diversifikasi produk pangan yang pada kenyataannya justru menaikkan konsumsi produk turunan gandum impor sebanyak 45,2% selama 10 tahun terakhir.

 “Petani kecil dan pertanian keluarga yang jumlahnya 26,13 juta berada di dasar piramida. Dengan membalikkan struktur piramida tersebut, kedaulatan pangan bisa berjalan dan impor produk pertanian dapat berkurang.”

 KONTRIBUSI TURUN

Deputi BPS Bidang Statistik Produksi Adi Lumaksono dalam paparannya Selasa menjelaskan lonjakan impor produk pertanian dalam 10 tahun terakhir dibarengi dengan semakin menurunnya kontribusi sektor agri terhadap PDB, dari 15,19% menjadi 14,43%.

Diakuinya, negara telah mengeluarkan banyak dolar AS untuk mendatangkan hasil-hasil pertanian asing. Alasannya, produksi dalam negeri belum mampu mencukupi kebutuhan domestik yang bertumbuh pesat.

Dia menyarankan agar pemerintah mengatur strategi kedaulatan pangan dengan meningkatkan kesejahteraan petani.

“Hal ini tentu memprihatinkan bagi rakyat Indonesia,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Ismail Fahmi

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper