Bisnis.com, JAKARTA—Membengkaknya impor telepon seluler (ponsel) dan laptop pada April diklaim bukan dipicu oleh gelombang panic buying menyusul wacana diterapkannya pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) ponsel.
Sekjen Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) Achmad Ridwan Tento berpendapat defisit neraca perdagangan yang mencapai US$1,96 miliar tidak disebabkan oleh melambungnya impor gadget, sebagaimana diprediksi Badan Pusat Statistik (BPS).
“Mungkin ada pengaruhnya, tapi bukan karena [kenaikan impor ponsel] lantas defisitnya menjadi sebesar itu. Itu hanya salah satu komponen, tetapi impor bahan pokok seperti produk hortikultura jelang Ramadan lebih memberi kontribusi,” katanya kepada Bisnis, Selasa (3/6/2014).
Data BPS memaparkan impor ponsel pada bulan keempat tahun ini meroket 58,90% menjadi US$332,16 dari bulan sebelumnya.
Secara kumulatif, impor telepon genggam selama Januari-April 2014 naik 45,58% dari periode yang sama tahun lalu menjadi US$1,06 miliar.
Adapun, impor laptop/notebook pada April menyentuh US$82,59 juta, naik 0,59% dari Maret. Namun, impor produk tersebut secara kumulatif justru turun 28,71% dari Januri-April 2013.
Achmad menjelaskan tren kenaikan impor kedua jenis komoditas tersebut sebenarnya mulai terlihat sejak Februari. Adapun, lonjakan drastis pada April bukan disebabkan oleh panic buying, tapi lebih dipicu oleh kebutuhan jelang tahun ajaran baru.
“Dalam bisnis gadget, konsumen Indonesia cenderung menginginkan model terbaru. Jadi, bukan karena berniat menimbun karena akan ada PPnBM. Kalau ditimbun, dalam beberapa bulan modelnya sudah out of date. Jadi, dugaan akan adanya panic buying itu tidak sepenuhnya akurat.”
Dia menambahkan apabila PPnBM benar-benar diberlakukan, impor ponsel kategori high-end tidak akan berkurang drastis, karena telah memiliki pangsa pasarnya sendiri. “Mungkin awalnya akan ada sedikit syok, tapi hanya sebentar. Nantinya, impor tetap akan terkatrol lagi."