Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Petani Kakao Keluhkan Harga Jual ke Tengkulak

Asosiasi Petani Kakao Indonesia (APKAI) Jawa Barat mengeluhkan penjualan kakao ke tengkulak yang menekan harga sehingga merugikan petani.
Kakao produksi petani/Antara
Kakao produksi petani/Antara

Bisnis.com,  BANDUNG—Asosiasi Petani Kakao Indonesia (APKAI) Jawa Barat mengeluhkan penjualan kakao ke tengkulak yang menekan harga sehingga merugikan petani.

Wakil Ketua APKAI Jabar Warino Ma'ruf Abdulloh mengatakan selama ini belum ada industri yang menerima penjualan bahan baku kakao di tingkat petani.

"Masing-masing petani saat ini hanya menjual hasil produksi kakao ke tengkulak. Itupun harganya relatif rendah sehingga keuntungannya sangat tipis," katanya kepada Bisnis, Rabu (12/3/2014).

Dia menyebutkan harga kakao yang dijual ke tengkulak kurang dari harga normal yang mencapai Rp24.000 per kg. Padahal, katanya, jika dijual ke industri secara langsung keuntungan yang didapat petani, jauh lebih tinggi.

Meski demikian, dia mengakui selama ini para petani kewalahan dalam memenuhi kebutuhan kakao di kawasan itu.

Namun di sisi lain produktivitas kakao yang terus menurun akibat harga rendah membuat petani enggan mengembangkan tanaman, baik peremajaan maupun pemeliharaan dengan teknologi modern.

Dia menjelaskan saat kondisi normal, petani bisa memproduksi kakao sebesar 1 ton per hektare per tahun. Namun, saat ini hanya sekitar 500 kg per ha per tahun.

Dia menjelaskan jika harga kakao tinggi maka petani bisa kembali mengembangkan tanaman kakao.

"Sampai sekarang belum ada bantuan dari pemerintah terhadap petani kakao di Jabar. Mungkin daerah lain yang menjadi fokus perhatian pemerintah," ujar Warino.

Menurutnya, jika pemerintah memberikan bantuan baik berupa penyebaran bibit unggul atau transfer teknologi maka produksi kakao bisa kembali normal di kisaran 1 ton per ha per tahun.

APKAI juga mendorong pemerintah untuk pengembangan tanaman kakao diperluas di beberapa wilayah di Kabupaten Pangandaran antara lain Kecamatan Padaherang, Kalipucang, Pangandaran, Sidamulih, Parigi, Cimerak, dan Cigugur yang memiliki potensi ribuan ha.

Koordinator National Reference Group on Kakao Jawa Barat Iyus Supriatna mengatakan untuk meningkatkan produktivitas kakao pemerintah harus mendorong agar petani membangun mata rantai pasok yang benar.

"Petani harus mampu membuat jejaring rantai pasok yang jelas, sehingga produktivitas kakao mampu diserap industri hilir,” ujarnya.

Menurutnya, pemerintah harus memberi sentuhan pengetahuan teknologit mengenai manajemen rantai suplai serta menyiapkan lembaga pendukung untuk petani.

“Kami meyakini jika mata rantai sudah dilakukan dengan benar, produksi kakao di Jabar akal meningkat. Bahkan kualitasnya akan mengalahkan Ghana dan Pantai Gading,” katanya.

Dia menjelaskan penurunan produksi akan dibarengi dengan penurunan kualitas kakao, dipicu hasil panen dari petani tidak memenuhi standar permintaan pasar.

Iyus mengungkapkan sebagain besar produksi kakao dari petani rakyat belum terfermentasi. Padahal, katanya, pasar dunia ingin produk kakao sudah terfermentasi. 

"Pasar kakao yang belum terfermentasi sangat kurang,”  paparnya. (Ria Indhryani)


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Ismail Fahmi

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper