Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pengusaha Bauksit Tetap Ingin Bisa Ekspor, Ini Alasannya

Pelaku usaha komoditas bauksit masih mengupayakan agar produk wash bauxite, yakni antara bauksit dan alumina, bisa diekspor sebagai pemasukan perusahaan untuk menunjang pembangunan refinery alumina.
/Ilustrasi/Bisnis.com
/Ilustrasi/Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA – Pelaku usaha komoditas bauksit masih mengupayakan agar produk wash bauxite, yakni antara bauksit dan alumina, bisa diekspor sebagai pemasukan perusahaan untuk menunjang pembangunan refinery alumina.

Asosiasi Pengusaha Bauksit dan Bijih Besi Indonesia (APB3I) meminta agar pelaku usaha yang serius membangun refinery alumina diperbolehkan ekspor wash bauxite hingga 2016 seperti komoditas lain yang diijinkan ekspor konsentrat.

Padahal, wash bauxite tidak terdaftar dalam nomenklatur pertambangan Indonesia sehingga Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara atas saran dari Tekmira tidak mengenal wash bauxite. 

Staf Sekjen APB3I Ronald Sulistyanto mengatakan ijin ekspor itu diperlukan karena pelaku usaha membutuhkan subsitusi untuk membantu pendanaan pembangunan refinery alumina.

“Kita sudah meminta saran dari professor di Institut Teknologi Bandung dan Universitas Indonesia, kini kami akan minta masukan dari Institut Teknologi Sepuluh November terkait nomenklatur wash bauxite,” ujarnya Kamis (27/2/2014) malam.

Menurutnya, apabila nomenklatur tersebut diakui maka besar kemungkinan Tekmira selaku lembaga ahli metalurgi di bawah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral bisa mengakui produk ini sehingga pintu ekspor terbuka.

Menurutnya, banyak pelaku usaha yang ingin membangun refinery alumina, tetapi terkendala soal pendanaan. Padahal, jelasnya, untuk membangun refinery alumina berkapasitas 2 juta ton membutuhkan dana hingga US$1 miliar.

Dia mengaku untuk membangun satu pabrik refinery alumina hanya membutuhkan waktu 2 tahun. “Asalkan pembangkit listrik dan infrastruktur pelabuhan telah tersedia,” ujarnya.

Memang, refinery alumina hanya membutuhkan listrik sekitar 40 megawatt. Namun, masalah inilah yang menghambat pelaku usaha sehingga waktu pembangunan menjadi lebih lama.

Sementara itu, Ketua Asosiasi Nikel Indonesia (ANI) Shelby Hasan Saleh mengatakan untuk komoditas nikel, sudah ada satu perusahaan yang sudah melakukan komisioning refinery nickel pig iron (NPI) yakni PT. Modern Group Indonesia.

Dia mengatakan komisioning itu baru menghasilkan sekitar 30 kaki kubik NPI dan pabriknya berlokasi di Konawe, Sulawesi Tenggara. Namun, akan ada beberapa refinery nikel yang juga akan masuk dalam beberapa bulan ke depan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Lukas Hendra TM
Editor : Nurbaiti
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper