Bisnis.com, MAKASSAR - Asosiasi Kakao Indonesia (Askindo) menyarankan agar dalam penerapan standarisasi mutu komoditas kakao, pemerintah menjadikan kelompok tani sebagai certificate holder (pemegang sertifikat) bagi para petani kakao di Tanah Air.
Sekretaris Jenderal DPP Askindo Dakhri Sanusi mengatakan sejauh ini pemegang sertifikat masih sangat minim lantaran tingginya biaya kepengurusan sertifikasi sehingga petani kakao kesulitan untuk memperoleh sertifikat mutu tersebut.
"Kita berharap agar pemegang sertifikat mutu kakao sebaiknya juga diserahkan kepada kelompok tani di daerah, agar petani-petani kakao bisa lebih luas dalam menjangkau pasar, terlebih sebagian besar petani kita akan kesulitan karena mahalnya biaya sertifikasi itu," ucapnya, di sela-sela acara Indonesian Cocoa Certification di Makassar hari ini, Selasa (10/12/2013).
Menurutnya, dengan penyerahan pemegang sertifikat kepada kelompok tani itu, persentase biji kakao non-fermentasi yang saat ini mencapai 94% terhadap produksi nasional bisa terpangkas.
Selain itu, pendapatan petani bisa terdongkrak seiring dengan perbaikan mutu kakao yang dihasilkan, mengingat biji kakao yang sudah terfermentasi memiliki nilai jual yang jauh lebih tinggi dibanding biji kakao non-fermentasi.
Adapun, pada tahun ini produksi biji kakao nasional diperkirakan mencapai 900.000 ton, di mana 65% diantaranya berasal dari regional Sulawesi.
Sulawesi Selatan diestimasi menjadi daerah dengan kontribusi terbesar dengan volume mencapai 198.662 ton, disusul Sulawesi Tengah 168.401 ton dan Sulawesi Tenggara mencapai 154.229 ton.
"Khusus di Sulsel sendiri, kakao yang telah terfermentasi itu hanya 20% dari total produksi, padahal daerah ini merupakan produsen kakao terbesar di Indonesia. Sehingga kami harap kelompok-kelompok tani dijadikan sebagai pemegang sertifikat agar volume kakao kualitas ekspor juga bisa lebih meningkat," katanya.