Bisnis.com, BANDUNG- Asosiasi Produsen Pupuk Jabar meminta pemerintah segera memberikan pembekalan terkait pengecer pupuk dan obat-obatan kimia. Pasalnya, 70% pengecer tidak memahami penggunaan pupuk.
Ketua Asosiasi Produsen Pupuk Jabar Adang Herri Pratidy mengatakan selama ini pemerintah pusat maupun daerah melupakan peran strategis para penjual pupuk dan obat-obatan.
"Padahal banyak petani yang berurusan langsung dengan para pengecer dan tidak jarang juga mereka kerap kali salah dalam memberikan dosis untuk tanamannya," katanya kepada Bisnis, Selasa (5/11/2013).
Pihaknya mendesak Kementerian Pertanian (Kementan) maupun pemda agar pengetahuan pengecer ditingkatkan. Di setiap desa rerata terdapat tiga pengecer pupuk maupun obat-obatan untuk memenuhi permintaan petani.
"Cukup diambil perwakilan pengecer besar saja dari setiap desa. Saya kira itu sudah bisa mewakili," ujarnya.
Menanggapi rencana Kementan yang akan memberdayakan petani sebagai pengamat hama, diharapkannya program tersebut bukan sebatas pembiayaan proyek semata, agar petani dan pengecer pupuk bisa bersinergi.
Dia mengungkapkan selama ini Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) hanya bersifat mendampingi dan kurang dirasakan keberadaannya bagi petani. "Tidak jarang keberadaan PPL dianggap tidak lebih dari ngaliwat [lewat] dan ngaliwet [numpang makan]," ungkapnya.
Parahnya lagi, kompetensinya jauh di bawah standar, yang terindikasi dari mayoritas PPL tidak memiliki database mengenai penyakit yang rawan bagi tumbuhan di suatu daerah. Padahal, data tersebut bisa menjadi medical record bagi PPL maupun instansi terkait untuk mengantisipasi serangan hama dan landasan dalam mengambil kebijakan.
Sementara itu, Perhimpunan Petani dan Nelayan Sejahtera Indonesia (PPNSI) justru menilai rencana rekrutmen pengamat hama sebagai langkah yang tepat untuk menutupi kekurangan pengamat hama dari golongan pegawai negeri sipil. Posisi tersebut bisa diberikan kepada para ketua kelompok tani.
Sekjen Perhimpunan Petani dan Nelayan Sejahtera Indonesia (PPNSI) Riyono mengatakan pengetahuan ketua kelompok tani di Jabar tentang hama sudah cukup baik.
"Kalau ketua kelompok tani di Jabar saya rasa sudah kompeten untuk dijadikan pengamat karena pengetahuan mereka tentang hama sudah cukup banyak. Berbeda dengan ketua kelompok tani di luar Jawa, seperti Sumatera," ujarnya.
Pemilihan ketua kelompok tani ini pun dinilai lebih efektif dibandingkan menambah pengamat hama dari kalangan PNS. Hal ini karena komunikasi antara ketua kelompok tani dengan anggotanya cenderung lebih mudah dilakukan.(Hedi Ardia/Rani Fadila)