Bisnis.com, JAKARTA - Menjelang hasil rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia, sejumlah ekonom menilai kebijakan moneter untuk mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih diprioritaskan daripada pengendalian inflasi.
Kepala Ekonom PT Bank Mandiri Tbk Destry Damayanti mengatakan BI perlu memberikan stimulus untuk menggerakan pertumbuhan ekonomi yang tengah dalam tren melambat. Dia juga menambahkan agar suku bunga acuan (BI Rate) tidak perlu dinaikkan.
“Melonjaknya inflasi bersifat sementara, karena adanya penyesuaian dari kenaikan harga bahan bakar minyak dan harga pangan pokok. Sehingga, inflasi akan cenderung turun 5 bulan terakhir ini,” ujarnya saat dihubungi, Rabu (14/08/2013).
Dia menjelaskan BI rate 6,5% tersebut masih dapat memberikan ruang untuk meningkatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia. Menurutnya, Bank Indonesia lebih baik menaikkan Fasbi rate untuk menahan laju inflasi meskipun dampaknya tidak terasa langsung.
Selain BI rate, dia juga menyoroti kebijakan pengetatan aturan loan to value (LTV). Destry menilai kebijakan tersebut dapat digunakan BI untuk menahan melonjaknya laju impor barang bahan baku hingga konsumsi.
Dia menilai BI rate bukan satu-satu alat yang dapat digunakan Bank Indonesia untuk menangani inflasi atau tekanan eksternal. Menurutnya Bank Indonesia dapat mengeluarkan kombinasi kebijakan dari moneter, fiskal dan sektor riil.
Hal senada disampaikan Lana Soelistianingsih, ekonom PT Samuel Sekuritas Indonesia mengatakan inflasi 2013 diperkirakan akan menembus level 8,5%. Kendati demikian, Bank Indonesia tidak perlu menaikkan BI rate.
“Saya rasa Bank Indonesia tidak perlu reaktif karena inflasi diprediksi tidak akan begitu bagus. Lebih baik menjaga daya beli masyarakat untuk mendongkrak kinerja pertumbuhan ekonomi dalam negeri,” tuturnya.