Bisnis.com, JAKARTA - Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI) mengaku belum mampu menyuplai rumah murah bersubsidi hingga akhir tahun jika biaya produksi tidak terjangkau.
Ketua Umum REI Setyo Maharso mengatakan pembangun rumah murah untuk mencapai target penyerapan FLPP (fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan) atau subsidi tidak bisa terlaksana karena harga tanah semakin mahal.
"Kami tidak bisa mensuplai dan tidak bisa menjual kalau pada akhirnya rugi," katanya saat dihubungi Bisnis, Kamis (1/8/2013).
Eddy Hussy, Sekjen REI, mengatakan meski kesulitan mencari lahan murah, REI selama ini sudah mensuplai 100.000 unit rumah murah setiap tahun dengan harga yang disesuaikan kondisi daerah masing-masing.
"Misalnya di Bodetabek, kami juga bangun rumah yang harganya kisaran Rp120 juta. Harga itu termasuk murah, tapi bukan berarti menggunakan FLPP," katanya.
Di daerah, kata Eddy, harga tanah juga mengalami pergeseran atau naik meski tidak seperti di kota-kota besar. Kenaikan itu bisa mencapai 30% hingga 50%.
"Kalau pengembang beli lahan mahal, jualnya juga harus mahal. Karena kalau setelah dijual murah terjadi kerugian dan pengembang tidak akan bisa membangun lagi," ujarnya.
Sebelumnya, Bank BTN menyatakan bahwa penyerapan program FLPP yang dikeluarkan hingga semester I tahun ini baru 40.000 unit rumah dengan nilai Rp3 triliun.
Sementara target penjualan rumah bersubsidi 2013 ini adalah 120.000 unit.Bank BTN pun berharap agar pengembang menambah pasokan rumah murah bersubsidi untuk mencapai target tersebut.. (ra)