JAKARTA--Sejumlah propinsi ingin mengubah wilayah hutannya menjadi areal penggunaan lain dalam rancangan Rencana Tata Ruang Wilayah 2013.
Setelah Jambi dan Sulawesi Barat mengajukan usulan tersebut ke Dewan Perwakilan Rakyat, pada pekan lalu, isu yang sama pun menimpa 1,2 juta tutupan hutan lindung di wilayah Aceh.
Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Aceh 2013-2033, pemerintah daerah itu ingin mengubah 1,2 juta hektare hutan lindung untuk dijadikan lahan bisnis perkebunan sawit, penebangan kayu, jalan raya, dan tambang. RTRW yang telah disetujui DPRD Aceh tersebut bahkan dikabarkan telah disetujui oleh Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan.
Sekretaris Jenderal Kementerian Kehutanan Hadi Daryanto menyangkal. Menurutnya, Menteri Kehutanan pasti sangat berhati-hati dalam memberikan izin dalam hal pengubahan kawasan hutan. Apalagi pengubahan kawasan hutan tidak sekadar membutuhkan wewenang Menteri kehutanan.
"Setahu saya belum ada persetujuan Menteri Kehutanan, karena kalau ada persetujuan harus melalui Sekretariat Jenderal, harus melalui saya," terangnya kepada Bisnis (13/3/2013).
Mengacu pada Undang-undang (UU) No 41/ 1999 tentang Kehutanan, kawasan hutan harus ditetapkan oleh tim terpadu (Timdu) yang diketuai oleh wakil dari lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Sebab itu, pemerintah daerah (Pemda) yang berkeras ingin mengubah peruntukan lahan hutan harus terlebih dahulu mendapatkan rekomendasi Timdu. Setelah melalui Timdu, usulan pengubahan kawasan hutan juga harus mendapatkan persetujuan DPR.
Hadi mengungkapkan dalam masa otonomi daerah ini kewenangan pemerintah daerah mencapai 85%. Sebab itu keberadaan Timdu dibutuhkan untuk mencegah terjadinya moral hazard seperti kecenderungan untuk mengubah hutan guna memenuhi kegiatan ekonomi.
Jambi dan Sulawesi Barat adalah dua provinsi yang sedang melalui tahapan tersebut. Bahkan Komisi IV DPR juga tengah membentuk Panja RTRWP Sulawesi Barat dan Panja RTRWP Jambi. Panja rencananya akan melakukan kunjungan spesifik untuk melihat langsung keadaan kawasan sehubungan dengan usulan perubahan peruntukan kawasan hutan tersebut.
Dalam kasus Sulawesi Barat, Kementerian Kehutanan menilai perubahan peruntukan kawasan hutan dalam revisi RTRWP Sulawesi Barat yang berdampak penting dan bernilai strategis sehingga memerlukan persetujuan DPR adalah wilayah seluas 9.295 hektare menjadi Areal Penggunaan Lain (APL) yang semula fungsinya sebagai kawasan suaka alam (KSA).
Selain itu, RTRWP Sulawesi Barat juga mencakup kawasan pelestarian alam (KPA) seluas 825 hektare dan hutan lindung seluas 8.470 hektare. Sementara revisi RTRWP Jambi mencakup 336 hektare KSA dan KPS yang diubah menjadi APL.
Salah satu alasan yang digunakan untuk mengubah hutan menjadi APL adalah lantaran kawasan berstatus hukum hutan tersebut tidak lagi memiliki tutupan hutan. Bahkan sebagian besar telah menjadi wilayah pemukiman penduduk. Selain itu permintaan pelaku investasi, juga menjadi pertimbangan lain.
Direktur Jenderal (Dirjen) Planologi Kementerian Kehutanan Bambang Soeprijanto menegaskan apabila ada wilayah berstatus hukum kawasan hutan tetapi tidak lagi memiliki tutupan hutan, Pemda tetap tidak berhak memutihkan status kawasan itu. Pemutihan hanya boleh dilakukan berdasarkan kajian ilmiah yang melibatkan berbagai pihak terkait.
Aceh merupakan satu dari 11 provinsi yang belum menyelesaikan RTRWP.Sembilan di antaranya sedang dalam tahap finalisasi, sementara Aceh diperkirakan akan memasuki tahap tersebut pada bulan ini.(msb)