JAKARTA—DPR mendesak pemerintah untuk memperketat pengawasan dalam penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja di perusahaan, terutama pada proyek konstruksi.
Menurut Anggota Komisi Ketenagakerjaan DPR Zuber Safawi, akibat lemahnya pengawasan pemerintah maka korban jiwa akan berjatuhan, apalagi untuk jenis usaha yang menggunakan tenaga outsourcing (alihdaya) dan jasa pekerja kasar.
“Biasanya kecelakaan kerja yang terjadi karena human error [kesalahan manusia] akibat tidak menerapkan K3 [keselamatan dan kesehatan kerja], serta bukan semata-mata karena musibah,” ujarnya kepada Bisnis, Rabu (13/2).
Zuber yang juga Anggota Komisi IX DPR mensinyalir adanya persyaratan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3) di sebagian besar perusahaan yang tidak sesuai dengan prosedur standar.
Pada prinsipnya, dia menambahkan human error masih dapat dicegah, yaitu dengan pengawasan dan kualifikasi SMK3 yang diperketat, sedangkan tugas pengawasan itu ada di pemerintah, baik pusat maupun dinas di daerah.
Dia mencontohkan kasus tewasnya 5 orang pekerja proyek gedung Manhatan di Jalan TB Simatupang, Jakarta Selatan akibat masuk ke dalam lubang septic tank yang sedang dibuat.
Demikian juga kasus 3 orang pekerja yang tewas akibat tertimpa crane di proyek pembangunan apartemen Green Lake View di Ciputat, pada Januari lalu.
Angka kecelakaan kerja di Indonesia mengkhawatirkan, seperti diungkap International Labour Organization (ILO), yakni rata-rata per tahun mencapai 99.000 kasus, dan 20 kasus di antaranya termasuk fatal, karena menyebabkan korban tewas atau cacat seumur hidup.
“Yang lebih salah lagi, pengawasan dari dinas terkait tidak ada dengan alasan jumlah petugas pengawas terbatas, baik di tingkat pusat dan daerah,” ungkapnya.
Menurut data Kemenakertrans sampai dengan saat ini jumlah petugas pengawas ketenagakerjaan hanya sekitar 2.300 orang, sedangkan perusahaan yang harus diawasi mencapai 220.000, atau rasionya hanya 1:110. (*)