JAKARTA: Pemerintah membantah adanya aliran dana sebesar Rp25,8 triliun yang diberitakan sebagai setoran baru ke kepada International Monetary Fund (IMF).
Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Setjen Kementerian Keuangan Yudi Pramadi dalam siaran pers hari ini (18 Desember 2012)memaparkan berkenaan dengan munculnya beberapa pemberitaan di media massa terkait adanya setoran oleh Indonesia sebesar Rp25,8 Trilliun kepada International Monetary Fund (IMF) tidak benar.
"Nilai sebesar Rp25,8 trilliun di Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 30 Juni 2012 tersebut adalah posisi jumlah akumulasi surat janji bayar (promissory note atau PN) yang diterbitkan oleh Pemerintah Indonesia sebagai settlement/penyelesaian atas revaluasi modal Indonesia di IMF," ujarnya.
Dalam siaran pers tersebut, dikatakan Indonesia, sebagaimana juga seluruh negara anggota IMF, memiliki kuota IMF sebesar 0,96%. Bersama-sama negara berkembang lainnya, Indonesia berhasil memperjuangkan reformasi di IMF beberapa tahun terakhir ini, sehingga secara menyeluruh kuota dari seluruh negara berkembang di IMF naik dari 39% menjadi 44%. Kuota negara-negara maju khususnya Eropa, turun 5% dari 61% menjadi 56%.
"Negara-negara berkembang itu akan terus memperjuangkan reformasi IMF itu sehingga semakin berimbang dan lebih adil bagi kepentingannya, tidak seperti di waktu yang lalu yang kurang memperhatikan kepentingan negaranegara berkembang" ujar Yudi dalam siaran pers tersebut.
Sebagaimana dinyatakan dalam Article of Agreement (Anggaran Dasar) IMF bahwa pelunasan kuota atau modal oleh negara-negara anggota IMF termasuk Indonesia pada IMF dilakukan dalam bentuk pembayaran 25% saham (kuota) dengan mata uang khusus IMF (Special Drawing Rights atau SDR) dan 75% saham pelunasan kewajibannya dalam bentuk PN dengan mata uang negara setempat (Rupiah untuk Indonesia).
Secara berkala setiap tahunnya (per April), modal dalam rupiah yang senilai PN disesuaikan dengan kurs SDR. Dalam hal mata uang negara pemilik modal mengalami depresiasi terhadap SDR, maka negara anggota itu termasuk Indonesia, menerbitkan tambahan PN senilai selisih depresiasi.
Sebaliknya, apabila Rupiah mengalami apresiasi terhadap SDR, maka sebagian PN senilai jumlah apresiasi akan ditarik oleh Pemerintah.
"Seluruh PN disimpan oleh Bank Indonesia dan tidak diserahkan kepada IMF, sehingga tidak -ada proses setoran seperti dalam pemberitaan itu," kata Yudi.
Nilai PN sebesar Rp25,8 trilliun di atas juga dibarengi dengan tambahan modal Indonesia di IMF sejumlah yang sama, sehingga secara netto tidak ada outflow sama sekali. Pencatatan tersebut dalam LKPP sesuai dengan standar akuntansi sebagai wujud good governance dan transparansi. Posisi PN dan juga nilai saham Indonesia dalam Rupiah setiap tahunnya tercantum dalam LKPP dan laporan lainnya kepada institusi terkait termasuk Badan Pemeriksa Keuangan, sehingga bukan suatu pelaporan yang baru seperti yang diberitakan itu.
(faa)