Bisnis.com, JAKARTA — Wacana moratorium investasi baru pembangunan smelter nikel dengan teknologi pirometalurgi rotary klin-electric furnace (RKEF) terus digulirkan seiring menipisnya cadangan bijih nikel kadar tinggi atau saprolite.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berkomitmen untuk segera menghentikan investasi baru smelter RKEF yang menjadi lini pengolahan bijih nikel kadar tinggi. Kebijakan tersebut perlu diambil untuk mengimbangi permintaan saprolite yang tinggi, sementara cadangan bijih nikel kadar tinggi dalam negeri belakangan mulai menipis.
Berdasarkan data Badan Geologi Kementerian ESDM 2021, sumber daya bijih nikel mencapai 17,68 miliar ton dengan cadangan 5,24 miliar ton. Untuk sumber daya logam nikel mencapai 177 juta ton dengan cadangan 57 juta ton.
Dengan besaran sumber daya dan cadangan tersebut, menurut Badan Geologi, umur cadangan nikel saprolite tinggal 15 tahun dan cadangan nikel limonite (kadar rendah) 34 tahun.
Adapun, pengolahan saprolite dengan teknologi RKEF ini pada umumnya menghasilkan produk olahan nikel kelas dua berupa nickel pig iron (NPI) dan feronikel (FeNi) untuk kemudian dibuat menjadi stainless steel.
“Kita harus bijak mengolah sumber daya dengan cadangan kita yang mungkin sudah tidak terlalu lama lagi bisa habis,” kata Pelaksana Harian Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Muhammad Idris Froyoto Sihite saat ditemui di Kementerian ESDM, Jakarta, Rabu (25/1/2023).