Bisnis.com, JAKARTA - Agenda transisi energi global diproyeksikan akan meningkatkan permintaan terhadap komoditas tembaga. Prospek cerah mineral logam itu diyakini juga akan ikut mendongkrak kinerja PT Freeport Indonesia (PTFI).
Tak hanya dari sisi permintaan, harga tembaga juga diprediksi tetap berada di level kuat pada tahun ini. Hal itu tentunya menjadi sinyal positif bagi penerimaan negara.
Tim Bisnis berkesempatan berbincang dengan Presiden Direktur Freeport Indonesia Tony Wenas pada akhir Desember 2022 lalu. Berbicara mengenai prospek komoditas tembaga, kesiapan Freeport menghadapi kebijakan pelarangan ekspor mineral mentah, hingga tantangan dari sisi produksi.
Apa saja tantangan internal yang dihadapi PTFI pascapengambilalihan 51 persen saham perusahaan oleh Pemerintah Indonesia?
Saya melihatnya justru sebagai nilai tambah, adalah bagaimana kami PTFI sekarang ada MIND ID juga di dalamnya yang mewakili pemerintah, sinerginya menjadi lebih kuat sekali. Kami saling bekerja sama untuk mencarikan yang terbaik bagi PTFI sehingga memang produksi secara aman dan berkelanjutan itu bisa dicapai.
Kami dibantu juga oleh harga-harga yang membaik sehingga ujungnya atau bottom line daripada kontribusi bagi bangsa dan negara ini menjadi meningkat, keuntungan perusahaan meningkat, dan pendapatan daerah juga meningkat. Semuanya meningkat secara signifikan.
PTFI nampaknya cukup diuntungkan dengan perkembangan harga tembaga saat ini. Bagaimana PTFI melihat prospek komoditas tembaga pada 2023?
Kami juga tidak bisa memperkirakan tahun depan (2023) harganya akan berapa karena ya, tidak ada yang bisa memperkirakan. Tapi yang kami bisa lihat adalah bahwa penggunaan tembaga ini di dunia 70 persen itu adalah untuk penghantar listrik dan sekarang begitu banyak perusahaan atau negara yang sedang membangun (pembangkit) listrik berbasis energi terbarukan, ini membutuhkan tembaga jauh lebih banyak dibandingkan dengan energi fosil dan batu bara. Kemudian, tentu saja termasuk mobil listrik itu membutuhkan tembaga 4 kali lipat lebih banyak dibandingkan mobil konvensional.
Jadi dengan adanya perkembangan dunia seperti ini, walaupun tahun 2023 diperkirakan akan terjadi resesi, kami melihat permintaan tembaga tetap akan tinggi. Suplai tembaga juga terbatas, tidak ada tambang tembaga baru dalam waktu dekat ini sehingga kami juga memperkirakan ke depannya permintaan akan tetap tinggi.
Semoga itu juga berpengaruh positif terhadap harganya karena China, si raksasa besar ini, juga sudah mulai menggeliat lagi dan kami dalam beberapa hari terakhir ini sudah melihat informasi-informasi bahwa China sudah mulai lagi melakukan pemesanan tembaga dan industrinya juga sudah mulai menggeliat lagi sehingga kalau ini bisa turut berlanjut maka harapannya adalah harga tembaga tetap akan bisa kuat.
Demikian juga harga mineral yang lain, ya batu bara kelihatan masih akan tetap strong, begitu juga timah dan nikel. Ini untungnya buat Indonesia adalah Indonesia punya hampir semuanya termasuk sumber daya alam lainnya, seperti CPO (crude palm oil). Harganya kuat sehingga membantu ekspor kita sampai ekspor kita sudah surplus 30 bulan berturut-turut dan ini mungkin yang terbesar bulan lalu. Jadi ini terlihat di sini bahwa kita Indonesia punya resiliensi terhadap situasi ekonomi dunia dan dari angka-angka makro ekonomi juga, jadi ini saling menunjang.
Pemerintah tengah menggalakkan kebijakan larangan ekspor mineral mentah untuk mendukung program hilirisasi. Setelah nikel, ekspor bijih bauksit dan mineral lainnya juga akan disetop. Bagaimana PTFI melihat hal ini?
Jadi memang ini yang akan dibentuk oleh pemerintah adalah sebenarnya tidak bisa dilihat satu persatu mineral apa saja. Tapi yang diharapkan adalah suatu ekosistem electric vehicle (EV). Ekosistem EV ini akan membutuhkan nikel, alumina dari bauksit, akan membutuhkan kobalt, akan membutuhkan tembaga, dan juga beberapa mineral dan ini mineral utama di Indonesia banyak sekali. Nikel salah satu yang terbesar, tembaga juga salah satu yang terbesar, timah juga salah satu yang terbesar, dan bauksit juga salah satu yang terbesar. Jadi memang ini already on the right track untuk kemudian menciptakan suatu ekosistem EV
Kalau itu memang bisa terbentuk dan saya yakin, ya dengan semua upaya yang kita lakukan bersama pemerintah, private sector, stakeholders lainnya, ini bisa tercapai dan apabila tercapai kita akan menjadi sumber atau main destination atau main sources of the electric battery. Harapannya EV-nya juga akan bisa dibangun di sini. Kalau ini yang terjadi, saya yakin bahwa 2045 Indonesia Emas akan bisa tercapai. Kita bisa jadi salah satu lima besar ekonomi dunia.
Tembaga merupakan komoditas penting dalam ekosistem tersebut. Saat ini, berapa persen produksi tembaga PTFI yang diekspor dan berapa persen yang diserap dalam negeri?
Sekarang ini kalau yang kami hasilkan masih konsentrat tembaga yang mengandung tembaga, emas, dan perak, itu 40 persen dikirim ke PT Smelting di Gresik dan 60 persen itu masih diekspor.
Tapi dengan progres smelter yang sedang kami bangun, smelter kedua ini akhir November sudah mencapai 47,4 persen dan diharapkan akhir Desember ini bisa 50 persen. Lalu, tahun 2023 akhir itu, physical construction selesai dan mulai commisioning 2024. Jadi Mei 2024, akan bisa mulai memproduksi katoda tembaga.
Kalau smelter ini jadi, tambahan katoda tembaga yang ada di Indonesia adalah 600.000 ton kira-kira, menambah yang 300.000 ton yang sudah diproduksi di PT Smelting. Jadi total ada 900.000 ton katoda tembaga yang ada di negara ini. Ditambah juga dengan PT Amman Mineral yang akan bisa memproduksi tembaga, dia juga diharapkan smelternya jadi 2024. Itu mungkin kira-kira sekitar 300.000-400.000 ton katoda tembaga. Ini banyak sekali. Mudah-mudahan industri yang lebih hilir lagi itu bisa tumbuh di dalam negeri dan inilah yang diharapkan adalah terciptanya satu ekosistem dari industri EV.
Bagaimana dengan target produksi PTFI dan proyeksi untuk dividen yang dibagikan pada 2023?
Kalau dari produksi kami kita juga akan melakukan ramp up terus. Kami rencana 2023 itu akan bisa mencapai 1,6 miliar-1,7 miliar pound tembaga dan 1,8 juta ounce emas.
Dengan asumsi harga yang kami perkirakan sekitar US$4,25 per pound tembaga dan US$1.800 per ounce emas, kami bisa memberikan kontribusi bagi negara sekitar US$4 miliar totalnya. Dari peningkatan tahun ini sekitar US$3,5 miliar. Demikian juga profitability dari Freeport juga akan meningkat dan yang lebih penting lagi adalah dividen buat MIND ID atau pemerintah akan makin besar.
Dari tahun 2018 sampai dengan saat ini, kami sudah membayarkan dividen kepada MIND ID sebesar hampir US$1 miliar atau sekitar Rp14 triliun. Tahun depan dengan asumsi harga yang tadi saya sampaikan itu, bisa mencapai lebih dari US$1,5 miliar dan tahun 2024 dengan asumsi harga yang tadi juga itu akan juga lebih dari US$1,5 miliar. Jadi kalau semua ditotal akan menjadi US$3,9 miliar atau hampir US$4 miliar dan itu jumlahnya sudah cukup untuk melunasi biaya akuisisi Freeport yang tahun 2018 sebesar US$3,8 miliar dollar.
Bukan hanya itu saja, kontribusi kepada pemerintah daerah juga makin meningkat. Jadi tahun ini diperkirakan bisa sekitar hampir US$500 juta, ini yang diterima oleh daerah langsung atau sekitar Rp7,5 triliun. Tahun depan mungkin bisa Rp10 triliun lebih ya. Tahun 2024 bisa lebih dari sekitar Rp12 triliun. Itu diluar CSR. Jadi itu merupakan bagian dari keuntungan bersih, kan daerah dapat 6 persen, kemudian ada royalti dari total royalti daerah dapat 80 persen, kemudian ada pajak-pajak daerah lainnya yang memang jumlahnya kalau ditotal memang cukup besar.
Lalu, kira-kira tantangan apa saja yang perlu diantisipasi PTFI pada 2023 ini?
Kami ini perusahaan tambang, kondisi alam itu tidak hanya luarnya, tetapi ada juga kondisi alam dalamnya. Maksudnya alam dalamnya adalah jenis batuan yang kita tambang. Ini kan ada mungkin batuan yang berair, kami sudah mengidentifikasi jenis bijihnya akan kami tambang, tapi kan memang kadang-kadang kemudian ada diferensiasi. Ini juga jadi tantangan kita, kadang-kadang bijihnya jadi lumpur. Makanya sekarang di Grasberg Block Cave dikemudikan secara remote untuk antisipasi potensi adanya luncuran lumpur basah sehingga kalau itu terjadi yang terkena hanya alat tinggal bersihkan tapi nggak ada orang lagi. Itu tantangan operasional kami. Bisa dijawab dengan teknologi, tapi tentunya akan menghambat.
Mendekati tahun politik, apakah ini juga akan berpengaruh terhadap PTFI?