Bisnis.com, JAKARTA – Sejumlah risiko dinilai dapat muncul apabila Indonesia tetap ngotot untuk melanjutkan kebijakan larangan ekspor bijih nikel. Apalagi Presiden Joko Widodo berencana memperluas kebijakannya tersebut ke produk tambang lain seperti bijih bauksit.
Seperti diketahui, laporan final panel Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO) pada 17 Oktober 2022 lalu menyatakan Indonesia terbukti melanggar ketentuan WTO Pasal XI.1 GATT 1994 dalam sengketa yang terdaftar pada dispute settlement (DS) 592.
Selain itu, pembelaan Pemerintah Indonesia lewat ketentuan Pasal XI.2 (a) dan XX (d) GATT 1994 berkaitan dengan keterbatasan jumlah cadangan nikel nasional juga ditolak organisasi perdagangan internasional tersebut.
Selanjutnya, laporan final dari putusan panel itu akan didistribusikan kepada anggota WTO lainnya pada 30 November 2022 mendatang. Setelah itu, putusan panel itu bakal dimasukkan ke dalam agenda dispute settlement body (DSB) pada 20 Desember 2022.
Namun demikian, Indonesia tampaknya masih kukuh untuk mempertahankan kebijakan moratorium ekspor bijih nikel. Presiden Jokowi bahkan meminta jajarannya untuk mengajukan banding atas penilaian panel WTO tersebut.
“Sekali lagi meskipun kita kalah di WTO, kalah urusan nikel ini kita digugat Uni Eropa, kita kalah tidak apa apa, saya sampaikan ke menteri untuk banding,” kata Jokowi saat peresmian pembukaan rapat koordinasi nasional investasi 2022 seperti disiarkan dari YouTube Sekretariat Presiden, Rabu (30/11/2022).