Bisnis.com, JAKARTA – Sejak tahun lalu, Indonesia telah menjadi salah satu sorotan negara-negara maju, terutama Negara Barat. Hal itu tak lepas dari posisi Indonesia sebagai salah satu produsen utama sekaligus konsumen batu bara, yang dinilai sebagai energi kotor.
Sekadar informasi, sejak mendeklarasikan rencana untuk mencapai target net zero emission 2060, pada tahun lalu, beberapa utusan negara maju telah berkunjung ke Indonesia. Mereka menawarkan sejumlah bantuan dan kerja sama dalam mencapai target netralitas karbon tersebut. Salah satu sasaran bantuan tersebut adalah penunuran secara signifikan terhadap penggunaan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbahan bakar batu bara.
Gelaran acara Group of 20 yang akan digelar di Indonesia pada pengujung tahun ini, dijadikan salah satu ajang oleh negara maju seperti AS dan beberapa negara Eropa untuk mendorong Indonesia mencapai target netralitas karbonnya.
Di sisi lain, pendekatan lain pun dilakukan oleh negara maju agar Indonesia dan negara yang bergantung pada bahan baku fosil seperti Afrika Selatan mau melakukan transisi energi lebih cepat. Salah satunya melalu program Just Energy Transition Partnerships (JET) yang diprakarsai oleh Amerika Serikat.
Namun, sejumlah negara maju pun menyoroti kompleksnya kondisi yang terjadi di Indonesia. Sebab, proses transisi energi dari batu bara ke bahan bakar ‘hijau’ terbilang cukup berat. Apalagi menurut laporan Bloomberg, 60 persen pasokan listrik di Indonesia dipasok dari PLTU batu bara.
Sorotan lain juga ditujukan kepada kekuatan sejumlah elit bisnis dan politik di Indonesia, yang dinilai mereguk untung cukup besar dari bisnis batu bara. Ditambah lagi raihan cuan emiten batu bara yang meningkat dalam beberapa tahun terakhir, yang dinilai memberikan daya tarik tinggi bagi para investor.