Bisnis.com, JAKARTA — Booming harga komoditas atau commodity booming yang melanda dunia pascapandemi, cepat atau lambat akan berakhir. Bagi Indonesia yang menikmati berkahnya, patut menjadi pertanyaan, akankah kondisi ini memacu penerapan bursa karbon dan instrumen pengendalian emisi lainnya, dengan lebih cepat?
Di era pascapandemi ketika ekonomi memantul dari kejatuhannya, upaya mencapai target nol emisi karbon yang berkejaran dengan waktu dihadapkan pada paradoks baru. Lonjakan kebutuhan energi fosil yang menerbangkan harga komoditas.
Bahkan, negara-negara Barat yang paling vokal menyerukan transisi energi, kini merapat ke Indonesia demi mendapat jatah batu bara untuk kebutuhan musim dingin. Kondisi ini telah diakui secara luas sebagai blessing in disguise bagi Indonesia yang kaya sumber daya.
Hasan Fawzi, Direktur Pengembangan Bursa Efek Indonesia (BEI) menyematkan pandangan optimistis mengenai situasi ini, bahwa aliran ekspor dari lonjakan harga komoditas bakal memberi Indonesia bahan bakar untuk mempercepat upaya iklimnya.
Hal itu tentu saja dengan catatan bahwa pemerintah dan sektor privat tidak kemudian gelap mata dan melupakan investasi berkelanjutan. Bursa karbon, bersama dengan instrumen lain seperti pajak karbon, berada di jantung utama dari upaya tersebut.