Bisnis.com, JAKARTA – Sengkarut pangan kembali terulang pada awal tahun ini. Melonjaknya harga crude palm oil (CPO) mengerek naik harga minyak goreng. Tak berhenti sampai di situ, harga kedelai juga terus merangkak naik akibat ketidakstabilan geopolitik dan cuaca di negeri pengimpor.
Awalnya, kenaikan harga CPO memang berdampak positif terhadap neraca perdagangan yang sukses mencetak surplus sejak Mei 2020. Pada Januari 2022, surplus neraca perdagangan tercatat di angka US$0,93 miliar, lebih rendah dari capaian Desember 2021 senilai US$1,01 miliar.
Merujuk data Kementerian Perdagangan, nilai ekspor pada 2021 mencapai US$231 miliar. Angka ini naik dalam 10 tahun terakhir, yaitu US$203 miliar pada 2011. CPO dan turunannya berhasil menyumbang US$33,83 miliar diikuti oleh besi baja, elektronik, dan industri mobil.
Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bustanul Arifin mengatakan memang CPO sedang melesat naik, tetapi berdampak pada harga minyak goreng di Indonesia.
“Harga CPO naik 100 persen akibat pemanfaatan energi yang naik hingga 24 persen dalam dua tahun terakhir, sehingga meningkatkan harga minyak goreng, dan menimbulkan persoalan baru di dalam negeri,” ujarnya dalam Gambir Trade Talk, Rabu (23/2/2022).
Pemerintah sebenarnya telah melakukan sejumlah upaya untuk melakukan stabilisasi harga minyak goreng sejak akhir tahun lalu mulai dari menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET), kebijakan domestic market obligation (DMO) hingga domestic price obligation (DPO).