Bisnis.com, JAKARTA – Pandemi Covid-19 yang telah memasuki tahun kedua, memunculkan beragam kekhawatiran baru di berbagai belahan dunia, terutama negara berkembang. Kekhawatiran itu di antaranya lonjakan inflasi, kencangnya arus modal keluar dan meningkatnya utang negara.
Namun, tampaknya fenomena itu tidak terjadi di negara berkembang di kawasan Asia. Sebab, di kelompok negara berkembang Asia, para pembuat kebijakan terlihat tidak memiliki beban seberat sejawatnya di negara berkembang Amerika Latin, Afrika dan bahkan Eropa .
Di Asia, beberapa negara berkembang memang dihadapkan pada ancaman resesi dan bahkan koreksi yang dalam terhadap pertumbuhan ekonomi selama pandemi Covid-19. Namun, nasib mereka tergolong tidak seburuk negara berkembang di kawasan lain.
Sejumlah pengamat menilai, kekuatan negara berkembang Asia dalam menghadapi krisis tak lepas dari pengalaman mereka selama ini. Negara berkembang Asia, termasuk Indonesia, tergolong mampu memetik pelajaran dari krisis moneter regional akhir 1990-an, krisis ekonomi global 2008 dan fenomena taper tantrum pada medio 2013.
“Negara-negara Asia telah menggunakan krisis masa lalu untuk belajar dan membangun ketahanan,” kata Sonal Varma, ekonom di Nomura Holdings Inc. di Singapura, seperti dikutip dari Bloomberg, Selasa (11//5/2021).
Varma menyebutkan, salah satu resep negara berkembang di Asia menahan dampak negatif pandemi adalah kecukupan cadangan devisanya yang di atas rata-rata. Di sisi lain, sistem keuangan kawasan tersebut tergolong lebih kuat.