Bisnis.com, JAKARTA — Beberapa waktu lalu, skema berbagi beban antara pemerintah dan Bank Indonesia dalam pelaksanaan program pemulihan ekonomi nasional akibat pandemi Covid-19 akhirnya disepakati. Sejumlah peristiwa di masa lalu sempat menjadi ganjalan dan kekhawatiran, seperti yang pernah terjadi saat krisis 1998.
Berdasarkan perhitungan pemerintah, terdapat tambahan kebutuhan pembiayaan senilai Rp903,46 triliun akibat pandemi Covid-19 pada tahun ini. Rinciannya, yaitu Rp397,6 triliun diperlukan untuk public goods dan Rp505,86 untuk non-public goods.
Guna memenuhi kebutuhan tersebut, pemerintah dan Bank Indonesia (BI) pun berbagi beban demi membiayai defisit APBN 2020, yang melebar dari semula 1,76% terhadap total PDB atau Rp741,84 triliun menjadi 6,34% atau setara Rp1.645,3 triliun.
Skema burden sharing pun dituangkan dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) Kedua antara Menteri Keuangan dengan Gubernur BI serta Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan dengan Deputi Gubernur BI.
Kesepakatan itu pun direstui parlemen di Senayan setelah pemerintah dan BI menjamin burden sharing akan dilakukan secara hati-hati, menerapkan tata kelola yang baik, serta transparan dan akuntabel.
Penekanan terhadap soal kehati-hatian dan transparansi menjadi perhatian mengingat Indonesia punya sejarah gelap dan panjang mengenai peristiwa yang nyaris serupa di masa lampau.