Bisnis.com, JAKARTA - Prajogo Pangestu adalah pengusaha istimewa. Dia bisa melihat kesempatan sekecil apapun untuk diubah menjadi keuntungan bagi perusahaannya maupun negara. Salah satu buktinya adalah pada pertengahan 1993.
Kala itu, sejumlah kalangan mengecam beberapa pebisnis Indonesia yang melakukan capital flight secara besar-besaran dari Indonesia ke China. Saat itu, jumlah capital flight diperkirakan mencapai tak kurang dari Rp1,74 triliun.
Namun, Prajogo bukan bagian dari mereka. Alih-alih menginvestasikan uangnya ke Negeri Tirai Bambu, Prajogo justru menarik investor China untuk menanamkan modalnya ke Indonesia. Dan, perusahaan yang digandeng Prajogo, bukan ecek-ecek.
Namun, perusahaan itu adalah Sinopec, sebuah konsorsium 15 perusahaan terkemuka China yang bergerak di bidang petro-chemical. Sinopec, semacam BUMN China yang setara dengan Pertamina.
Pada Kamis 29 April 1993, Prajogo, melalui perusahaannya, Barito Pacific Group, melakukan penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) dengan Sinopec di daerah Slipi, Jakarta Barat.
Penandatanganan tersebut, dimuat Harian Bisnis Indonesia pada Jumat 30 April 1995, atau 27 tahun lalu terhitung hari ini. Kerja sama Barito Pacific Group dengan Sinopec ini masuk dalam rubrik “Siapa mengapa” Bisnis Indonesia.