Bisnis.com, JAKARTA - PT Pelayaran Tempuran Emas Tbk. atau Temas Line menegaskan bahwa pihaknya tidak terlibat dalam proses pembalakan kayu liar dari Kepulauan Aru, Maluku yang baru-baru ini diamankan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Corporate Secretary Temas Line Marthalia Vigita menyampaikan kayu yang diangkut oleh kontainer Temas Line tersebut sudah dalam keadaan bersegel.
"[Lalu] secara dokumen pengangkutan kayu [tersebut] sudah kami terima lengkap," jelasnya saat dihubungi Bisnis, Senin (25/2/2019).
Dia menjelaskan saat ini pihaknya sudah mengajukan surat permohonan kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) agar kontainer yang berisikan kayu ilegal tersebut dapat segara dikosongkan dan dikembalikan agar dapat digunakan kembali.
"Secara hubungan usaha kami berhubungan dengan pengangkut barang dalam hal ini ekspedisi muatan kapal laut [EMKL]," jelasnya.
Marthalia juga menyampaikan Temas Line memiliki 199 kontainer di Surabaya dan 57 kontainer di Makassar.
Dia juga berharap agar ke depan aturan terkait pengangkutan kayu dapat lebih disosialisasikan oleh para stakeholder agar tidak terjadi lagi kasus yang sama.
Sebelumnya, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui Direktorat Pencegahan dan Pengamanan Hutan Direktorat Jenderal Penegakan Hukum (PPH Ditjen Gakkum) berhasil mengamankan 38 kontainer kayu ilegal asal Kepulauan Aru, Maluku.
Dalam keterangan resminya, disebutkan bahwa 38 kontainer kayu tersebut berhasil diamankan secara bertahap.
“Semua barang bukti sudah diamankan.Tim mengidentifikasi perubahan pola perilaku para mafia kayu itu pola transhipment. Kami masih mendalami apakah perusahaan pelayaran Temas Line ikut membantu peredaran kayu ilegal ini,” kata Sustyo Iriono, Ketua Satgas Penyelamatan SDA Papua sekaligus Direktur Pencegahan dan Pengamanan Hutan KLHK, Senin, (25/2/2019).
Temas Line diketahui sebagai pemilik KM Muara Mas yang mengangkut 14 Kontainer Kayu yang berhasil diamankan Direktorat Jenderal Penegakan Hukum (Ditjen Gakkum) KLHK pada 22 Februari 2018.
Sustyo menjelaskan dalam satu kontainer terdapat 16-20 M3 kayu jenis Merbau yang sudah diolah menjadi kayu gergajian, di mana kerugian nilai ekonomi yang diperkirakan karena kejahatan tersebut mencapai Rp12,2 miliar - Rp15,2 miliar.
"Itu baru dari sisi ekonomi, belum dari sisi ekologis dan sebagainya," tuturnya saat dihubungi Bisnis, Senin (25/2/2018).