Bisnis.com, JAKARTA - Otoritas pajak mengklaim rencana perubahan peraturan terkait advance pricing agreement (APA) akan memperkecil sengketa terkait penetapan pajak dari praktik transfer pricing.
Skema APA memungkinkan harga transfer ditetapkan lebih awal, sehingga dengan hal itu Ditjen Pajak bisa menjadikan kesepakatan itu sebagai dasar untuk mengenakan pajak.
Edward Hamonangan Sianipar,Tenaga Pengkaji Bidang Pengawasan dan Penegakan Hukum Bidang Perpajakan Ditjen Pajak, mengatakan, penerapan skema APA tersebut bisa lebih memberikan kepastian kepada dunia usaha dari sisi aspek perpajakannya.
Pasalnya, dengan skema ini, jumlah pajak yang harus dibayarkan oleh seorang wajib pajak sudah diketahui karena kesepakatan harga transfer sudah dibicarakan dari awal. Kesepakatan ini selain memberikan kepastian bagi WP, juga bisa menghindarkan wajib pajak dari proses pemajakan berganda atau double taxation.
"Ini ke depannya akan diperbanyak, sehingga harganya akan dihitung di awal. Harga yang disepakati tadi dijadikan dasar untuk menghitung pajak dikemudian hari," kata Edward akhir pekan lalu.
Edward menjelaskan, skema APA yang dilakukan saat ini masih terbatas di beberapa kantor pajak. Oleh karena itu, dengan kompleksitas perpajakan internasional saat ini, otoritas pajak akan terus mendorong supaya implementasi APA bisa lebih optimal.
Skema APA, lanjut Edward, memang diprioritaskan kepada negara-negara yang memiliki reputasi sebagai investor paling besar di Indonesia. Jepang misalnya, negari sakura itu tercatat sebagai salah satu investor paling besar di Indonesia.
Beberapa kali perusahaan asal Jepang terlibat sengketa dengan otoritas pajak. Paling anyar sengketa pajak yang melibatkan sebuah perusahaan otomotif yang kemudian telah berproses di pengadilan pajak. Dengan perbaikan skema APA, hal itu juga diharapkan bisa mengurangi beban sengketa pajak yang ditujukan kepada Direktorat Jenderal Pajak.