Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pak Jokowi, Tidak Semua Jenis Mineral Perlu Hilirisasi

Direktur Eksekutif Core Indonesia Mohammad Faisal menilai tidak semua jenis mineral perlu diterapkan hilirasi. Apa maksudnya?
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan sambutan dalam acara Groundbreaking Proyek Hilirisasi Batu Bara Menjadi Dimetil Eter (DME), di Muara Enim, Sumsel, 24 Januari 2022 - BPMI Setpres
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan sambutan dalam acara Groundbreaking Proyek Hilirisasi Batu Bara Menjadi Dimetil Eter (DME), di Muara Enim, Sumsel, 24 Januari 2022 - BPMI Setpres

Bisnis.com, JAKARTA - Direktur Eksekutif Core Indonesia Mohammad Faisal melihat langkah Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang kian gencar melakukan hilirisasi terhadap ore nikel, yang akan diikuti dengan hilirisasi timah, tembaga dan lainnya memang berdampak positif terhadap negara. Namun, tak semua jenis mineral perlu dilakukan hilirisasi.

Faisal mengatakan jika timah, tembaga dan mineral lainnya ingin mengikuti jejak nikel, pemerintah perlu tahu apa saja industri turunannya dan bagaimana demandnya.

“Hilirisasi memang penting tapi kita juga melihat jenis-jenis mineralnya. Kalau kita ingin menyeragamkan nikel, timah, tembaga dan lain-lain itu semua di hilirkan, masalahnya adalah satu, apa industri turunannya dan bagaimana demandnya,” kata Faisal dalam Indonesia’s Strategic Role in the G20: Expert Perspectives, di Soho Pancoran, Jakarta Selatan, Kamis (27/10/2022).

Menurut Faisal, langkah pemerintah untuk melakukan hilirisasi sudah tepat lantaran industri turunannya jelas yakni baterai kendaraan listrik. Selain itu, demand-nya juga sedang naik.

Bahkan, sangat mungkin Indonesia dapat menjadi pemain global yang dibuktikan dengan investasi yang telah masuk ke Indonesia, yang tidak hanya berasal dari Jepang, China, dan Korea Selatan.

“Pertanyaan lain, kalau kemudian timah, tembaga dan lain-lain diolahnya bagaimana dari sisi demand? Jadi itu harus dilihat juga,” tegasnya.

Kemudian dari sisi pengelolaan. Faisal menyampaikan hilirisasi memang penting untuk dilaksanakan. Namun, dia menilai tak semua komoditas dikorbankan untuk hilirisasi. 

Dia mencontohkan, ada kebijakan membangun smelter. Namun, yang terjadi adalah pertama, nikel yang dibeli hanya setengah dari harga internasional.

“Kemudian pertanyaannya, yang masuk ke negara berapa?” tanya dia.

Kedua, antara smelter dengan penambang dari sisi perhitungan seringkali merugikan dari sisi hulunya. Dalam hubungan relasi bargaining power, jelas Faisal, smelter memiliki hubungan yang lebih kuat dibandingkan penambang, apalagi didukung dengan kebijakan pemerintah.

Menurut Faisal, kondisi ini perlu menjadi sorotan lantaran dapat membuat iklim bisnis menjadi kurang baik dan keuntungan yang bisa diraup negara menjadi berkurang.

“Pemerintah tidak bisa sembarangan, lihat dulu demand-nya. Nikel paling jelas demand-nya ke depan,” ungkapnya.

Rencana pemerintah untuk menghentikan ekspor timah dan mineral lainnya memang sudah sering digaungkan. Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada berbagai kesempatan menyebut akan menghentikan ekspor timah dan bauksit tahun ini.

Hal tersebut dilakukan untuk mendorong percepatan transformasi ekonomi menuju ekonomi yang memiliki nilai tambah.

“Setelah nikel ini, meskipun belum rampung di WTO [World Trade Organization], akan kita setop lagi, tahun ini mungkin timah atau bauksit setop,” kata Jokowi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper