Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Konsultan Properti Ali Tranghanda Lewati Jalan Berliku, Pasang Target Masa Depan

Pengamat bisnis properti Ali Tranghanda melalui jalan tak mudah untuk menggapai posisi keren saat ini. Dia pernah mendapatkan kesulitan dalam perjalanan kariernya. Untuk masa mendatang pun, dia punya cita-cita besar.
CEO Indonesia Property Watch Ali Tranghanda./IPW
CEO Indonesia Property Watch Ali Tranghanda./IPW

Bisnis.com, JAKARTA – Sebagai CEO Indonesia Property Watch (IPW), nama Ali Tranghanda begitu lekat selaku pengamat bisnis properti sebagai CEO Indonesia Property Watch (IPW). Lelaki asal Sukabumi, Jawa Barat, ini hampir selalu dilibatkan dalam setiap diskusi mengenai bisnis properti. IPW juga satu konsultan perumahan Bank Indonesia.

Namun, bukan jalan mudah bagi Ali untuk meraih posisi keren ini. Kepada Bisnis, dia membeberkan perjalanan kariernya hingga pentingnya peningkatan kualitas perusahaan konsultan Indonesia, terutama di bisnis properti, untuk mampu bersaing dengan konsultan asing.

Ali Tranghanda memulai petualangannya ketika pada 1991 mulai berkuliah di Program Studi Real Estate Fakultas Teknik Arsitek di Universitas Tarumanagara Jakarta.

Pada 1995 selepas lulus dari Untar, Ali bergabung dengan perusahaan konsultan bisnis properti milik Panangian Simanungkalit yaitu Panangian Simanungkalit & Associates (PSA).

Selama bergabung dengan PSA, dia mengaku banyak belajar dari Panangian, yang saat itu memang bisa disebut sebagai pionir konsultan properti di Indonesia.

Di PSA, Ali “dipaksa” belajar mengenai banyak hal. Meski tugas utamanya di bidang riset, oleh Panangian dia ditugaskan untuk mengetahui bidang pemasaran. Caranya, Panangian mencemplungkan Ali untuk membuat event penjualan produk perumahan satu developer. PSA pada saat itu memang dipercaya untuk menjadi agen pemasaran perumahan yang dibangun developer tersebut.

Namun, karena masih dalam tahap belajar, meskipun sudah mengumpulkan calon pembeli atau broker real estat untuk datang ke event tersebut, alhasil, tidak satu pun dari mereka yang telah menyatakan akan hadir betul-betul datang.

Meski demikian, ada satu pelajaran yang Ali dapatkan. Dia berkisah bahwa Panangian tidak marah atas kegagalannya mendatangkan calon pembeli perumahan dimaksud. Bahkan, dia tetap membela Ali di hadapan developer yang membangun perumahan tersebut.

“Saya malunya setengah mati. Tapi, dari sikap beliau, saya mendapatkan pelajaran berikutnya bahwa seorang pemimpin harus berjiwa besar dan tak lelah membimbing anak buah. Dia melindungi saya supaya tidak jatuhmental. Kebetulan kondisi pasar saat itu memang kurang bagus,” kata Ali.

Ali mengakui kejadian yang sangat mengecewakan tersebut membuat dia mendapatkan pelajaran mengenai pentingnya membangun jaringan, satu hal yang terus dipegangnya teguh hingga saat ini. “Dari situ saya belajar bahwa bisnis itu butuh network. Maka itu, sampai sekarang, kalau ada acara apa pun, saya selalu berusaha untuk datang, itu penting untuk membangun network.”

Kemudian Ali bergabung dengan developer Gapura Prima Group pada 2003. Ketika bergabung di pengembang yang didirikan mendiang Gunarso Susanto Margono tersebut, Ali mulai menempatkan diri sebagai pengamat bisnis properti.

Baru setelah itu pada 2005 Ali mengibarkan bendera IPW. Dia mulai menulis sebagai pengamat dari IPW dan artikel-artikel yang ditulisnya mengundang kalangan pers untuk menjadikan dirinya sebagai salah satu narasumber utama untuk pemberitaan bisnis properti.

Meski telah menggunakan nama IPW, pada saat itu Ali belum mendirikan badan usaha. IPW diwadahi PT Inti Properti Wisesa baru pada 2011.

Pada 2007 Ali mendapatkan pengalaman manis dan berharga. Ketika dalam satu acara perkenalan yang digelar oleh Muhammad Yusuf Asy’ari (almarhum) sebagai Menteri Negara Perumahan Rakyat baru, Ali menyerahkan buku yang ditulisnya yang berjudul “Hati-hati Perangkap Pasar Properti”.

Ternyata sang menteri kemudian mengundang Ali secara khusus untuk meminta masukan mengenai pembangunan perumahan.

“Saya pikir beliau ini berbeda. Kalau yang lain saya kasih buku, ya sudah nggak ada kelanjutannya. Tapi beliau minta saya datang untuk minta masukan soal properti. Buat saya, itu luar biasa,” kata Ali.

Dengan posisi barunya sebagai pengamat bisnis properti yang mulai mandiri, Ali pun semakin memahami pentingnya jaringan.

Salah satu pengalaman manisnya dalam memulai posisi sebagai pengamat bisnis properti adalah ketika menulis tentang proyek yang dikembangkan oleh Agung Podomoro Land. Ketika itu dia menulis tanpa izin Agung Podomoro Land. Namun, ternyata pengembang kondang itu mengapresiasinya dan meminta izin untuk menggunakan tulisan itu untuk kepentingan mereka.

Meski demikian, perjalanan Ali tetap sempat menemui masalah. Ketika pada 2012 mulai menerbitkan majalah Property and The City dalam bentuk hard copy, dia sempat kelimpungan untuk membiayai. Namun, beruntung pada saat bersamaan Bank Indonesia mulai memercayainya, tentu saja melalui tender, untuk menjadi salah satu konsultan mereka.

“Waktu kesulitan biaya, saya sempat membatasi karyawan dengan cara membuat desain majalah sendiri. Bayar kantor saja perlu uang Rp6 juta. Beruntung ada beberapa iklan kemudian masuk. Kemudian BI mulai menetapkan kami sebagai salah satu konsultan. Saat itu kontraknya baru setahun, dan ternyata berlanjut sampai sekarang,” kata Ali.

Bersaing dengan Asing

Pada perkembangan berikutnya, Ali semakin menyadari bahwa posisi konsultan lokal, apa pun bidang yang mereka geluti, tidak boleh kalah bersaing dengan asing.

Dia melihat masih kalah bersaingnya konsultan Indonesia dari konsultan asing setidaknya disebabkan dua hal. Pertama, konsultan lokal kalah promosi dibandingkan dengan konsultan asing. Kedua, sebagian besar SDM di perusahaan konsultan Indonesia enggan meng-upgrade ilmu.

Nggak ada konsultan lokal yang betul-betul bisa bersaing [dengan asing]. Itu karena banyak di antara kita terlalu enak dengan keseharian yang kita jalani, sedangkan [konsultan] asing namanya dan network-nya ke mana-mana. Jadi, kita kalah. Upgrade itu termasuk terus membangun jaringan,” ujarnya.

Dia sendiri membuktikan upaya meng-upgrade kualitas keilmuannya dengan sempat mengambil modul post graduate untuk manajemen keuangan di Universitas Prasetiya Mulya. Dia juga tengah menjalani program S2 Magister Perencanaan Wilayah dan Kota di Untar.

Ali juga menyebutkan bahwa dari penglihatannya selama ini, cukup banyak konsultan yang menunaikan tugasnya tanpa tahu persis kondisi pasar, terutama dalam hal ini yang dimaksudnya adalah di bidang properti.

“Saya lihat hasil-hasil konsultan itu hanya berdasarkan angka, tetapi sebenarnya mereka tidak tahu market. Itu benar-benar terjadi, angkanya masuk, market-nya salah nggak ada yang peduli,” paparnya.

Ali memberi contoh, market di Bogor bagus, ada datanya. Tapi asumsinya tak jelas. Konsultan masukkan angka berapa saja boleh, asalkan masuk akal. “Tapi, apakah data itu betul ada di lapangan, apa betul data itu dicari, kan nggak tahu. Jadi, sebenarnya banyak faktor X yang nggak bisa dilihat dari angka. Saya sendiri menggunakan angka lebih ke historical. Jadi, kita harus melihat di balik angka itu ada apa.”

Dia merasa terbantu dengan sempat bekerja di Gapura Prima. Ketika itu dia menangani pengembangan bisnis perusahaan pengembang tersebut. Dengan demikian, dia tahu persis bagaimana mengelola dan mengoperasikan proyek.

“Saya kombinasikan kemampuan konsultansi saya, hitung-hitungan saya, dengan kondisi riil di lapangan seperti apa. Maka itu, jadi konsultan jangan hanya tahu hitungan matematis dan finansial, tetapi juga harus tahu market. Kadang-kadang memang itu ada gap. Jangan bayangkan semua berjalan smooth,” lanjutnya.

Dia menekankan pula soal konsistensi satu konsultan dalam menggeluti bidangnya. Kalau konsultan berpindah-pindah bidang yang ditanganinya, berarti ia tak lagi mengikuti perkembangan bisnis yang yang ditanganinya. “Feel-nya nggak dapat. Jadi, tergantung berapa lama dia di bidang itu dan dia betul-betul aktif.”

Ali masih akan melanjutkan perjalanannya di bisnis properti, tapi ke depan dia tak lagi membatasi diri sebagai pengamat bisnis properti, melainkan lebih jauh akan juga memainkan peran developer.

Menarik untuk menantikan bagamana kiprah Ali Tranghanda berikutnya, bukan hanya sebagai pengamat bisnis properti, tetapi juga salah satu pengembang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper