Bisnis.com, JAKARTA - Indonesia mulai dibayangi dengan ancaman kenaikan harga pangan.
Sebagaimana diketahui, harga pangan secara global mulai mengalami kenaikan yang dipicu oleh beberapa faktor terutama faktor eksternal seperti konflik antara Rusia dan Ukraina yang menyebabkan terhambatnya produksi dan pengiriman lintas batas, serta adanya kebijakan yang bersifat inward-looking seperti pelarangan ekspor bahan pangan.
Kemudian di dalam negeri, adanya efek dari perubahan iklim juga menambah tekanan pada supply agrikultur secara global. Cuaca ekstrim dapat menurunkan yield dari komoditas sehingga produksi mungkin tidak bisa memenuhi permintaan.
Menanggapi adanya ancaman kenaikan harga pangan tersebut, Ekonom Centre for Strategic and International Studies (CSIS) memberikan beberapa rekomendasi kebijakan yang dapat dilakukan untuk menghadapi ancaman tersebut.
Ekonom CSIS Adinova Fauri menyampaikan, kebijakan pertama adalah terkait dengan beberapa hal yang perlu dilakukan pemerintah dari sisi demand side, yaitu prioritas pada social protection atau bukan penetapan harga.
Hal-hal tersebut, kata Ino dapat menjadi prioritas guna melindungi ekonomi dan kesejahteraan masyarakat dari lonjakan harga yang mungkin akan terjadi.
Baca Juga
Menurut Ino, diperlukan alternatif lain guna menutupi beban subsidi tersebut atau bantuan langsung lantaran ruang fiskal yang tak terlalu besar pasca pandemi Covid-19.
Misalnya, dengan menetapkan pajak ekspor untuk komoditas yang sedang melambung sehingga beban subsidi secara langsung yang diberikan terutama kepada kelompok masyarakat bawah tidak terlalu membebankan fiskal negara.
Selanjutnya dari sisi supply, dimana pemerintah diminta untuk terus memastikan ketersediaan pasokan komoditas sehingga pasokan pangan tersedia dan terjangkau. Selain itu, Ino menyarankan perlunya menjadikan impor sebagai alternatif.
"Impor ini menjadi alternatif. Misalnya, jika terlihat ada kegagalan panen, impor harus dilakukan untuk menekan adanya kemungkinan-kemungkinan harga yang meningkat. Atau menurunkan risiko ketika misalnya di pasar global stoknya menurun dan negara-negara melakukan restriksi pada ekspor sehingga ini perlu dilakukan dengan cepat," kata Ino dalam media briefing bertajuk Ancaman Kenaikan Harga Pangan di Indonesia, Senin (30/5/2022).
Lebih lanjut dia menjelaskan, salah satu upaya untuk melakukan ini dengan cepat adalah dengan reformasi tata kelola kebijakan pangan yang bersifat demand side dan supply side.
Misalnya, dengan membuat early warning indicator beberapa negara pengekspor utama beras mengalami kegagalan panen yang membuat kemungkinan supply dari beras di pasar internasional itu tidak sebanyak semestinya.
"Begitu juga dari demand side, ketika misalnya terlihat peningkatan harga bahan pokok dan sebagainya, perlu diikuti dengan bantuan sosial," imbuhnya.
Kemudian, secara jangka panjang, perlu adanya inovasi dan percepatan adopsi teknologi, terutama untuk petani dan pekebun sehingga tanpa penambahan lahan, yield yang dihasilkan untuk produksi dan pemenuhan kebutuhan dalam negeri dapat terus ditingkatkan.