Dear Investor, Begini Cara Laporkan Penghasilan dari Saham di SPT Tahunan

PPS atau Program Pengungkapan Sukarela adalah program baru yang dibuat Direktorat Jenderal Pajak berupa pemberian kesempatan kepada wajib pajak untuk melaporkan kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi secara sukarela melalui pembayaran PPh berdasarkan pengungkapan harta.
Foto: dok. Direktorat Jenderal Pajak
Foto: dok. Direktorat Jenderal Pajak

Bisnis.com, JAKARTA - Jumlah investor pasar modal terus meningkat signifikan dalam beberapa tahun terakhir, terutama di tengah pandemi Covid-19. Pergerakan yang terbatas di tengah penyebaran wabah tersebut cenderung mendorong masyarakat untuk menunda konsumsi. Alhasil, tabungan dan investasi pun menjadi opsi bagi masyarakat untuk menempatkan dananya pada masa tersebut.

Kecenderungan ini pun tampak dalam data pertumbuhan jumlah investor pasar modal, termasuk saham. Merujuk data dari Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) per akhir Agustus 2021, jumlah Single Investor Identification (SID) pasar modal mencapai tercatat 6,1 juta investor atau tumbuh 57,2% dari akhir 2020. Pada periode itu, jumlah SID saham telah mencapai 2,69 juta investor atau meningkat hampir dua kali lipat dibandingkan data akhir 2020.

Jumlah investor pada instrumen investasi tersebut masih terus meningkat. Data KSEI per April 2022, jumlah SID pasar modal mencapai 8,62 juta investor dengan investor saham mencapai 3,82 juta investor. Namun patut dicatat, investor pasar modal, khususnya saham yang baik tentunya harus paham kewajiban perpajakannya.

Lantas berapa pajak yang dibayar dan bagaimana tata cara pelaporannya dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan? Simak penjelasan Direktorat Jenderal Pajak, berikut ini:

Penghasilan dari Investasi Saham yang Dikenakan Pajak

Ada dua macam penghasilan yang didapatkan ketika berinvestasi saham yaitu penghasilan atas penjualan saham dan penghasilan dividen.

Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan (KMK) No. 282/KMK.04/1997, Pasal 2, penghasilan atas penjualan saham dikenai Pajak Penghasilan (PPh) final sebesar 0,1% dari seluruh nilai penjualan (net amount). PPh ini dikenakan saat transaksi penjualan saham saja dan dibayarkan melalui pihak sekuritas.

Sementara penghasilan dividen dikenai PPh final sebesar 10% dari jumlah penghasilan dividen yang diterima. Oleh karena pajaknya bersifat final, maka jumlah penghasilannya tidak diperhitungkan atau dijumlahkan lagi ketika menghitung penghasilan neto sehingga tidak memengaruhi jumlah PPh terutang.

Dokumen yang diperlukan

Untuk menunaikan kewajiban sebagai warga negara yang baik, investor saham perlu menyiapkan sejumlah dokumen yang tersedia pada aplikasi atau web perusahaan sekuritas. Umumnya, pada aplikasi atau web tersebut terdapat menu SPT Tahunan atau Tax Report (Laporan Pajak). Di dalamnya terdapat dokumen-dokumen yang nantinya diperlukan dalam pelaporan SPT Tahunan.

Dokumen-dokumen tersebut antara lain Trade Recapitulation Summary (Ringkasan Rekapitulasi Penjualan, Stock Dividend Listing (Daftar Penerimaan Dividen), Client Portofolio (Portofolio Nasabah) dan Rekening Dana Nasabah (RDN).

Pelaporan pajak final bagi investor saham

Saat melaporkan SPT Tahunan, ada dua kolom yang perlu menjadi perhatian investor saham yakni Kolom Penghasilan dan Kolom Harta.

1. Pengisian Kolom Penghasilan
Penghasilan ini dilaporkan pada bagian penghasilan yang dikenakan PPh final dan/atau bersifat final.

Penghasilan atas penjualan saham dimasukkan pada bagian nomor 3 yaitu penjualan saham di bursa efek. Untuk mengisi pos ini, diperlukan data-data dari Trade Recapitulation Summary (Ringkasan Rekapitulasi Penjualan).

Penghasilan Dividen dimasukkan pada bagian nomor 12 yaitu dividen. Untuk mengisi pos dividen ini, diperlukan data-data dari Stock Dividend Listing.

Kolom PPh terutang diisi dengan total PPh final atas penghasilan dividen dalam satu tahun. Data-data tersebut seperti Dasar Pengenaan Pajak (DPP)/penghasilan bruto yang dapat dilihat pada bagian amount dan PPh terutang yang ada pada bagian Income Tax.

2. Pengisian Kolom Harta

Selain mengisi kolom penghasilan yang dikenakan PPh final dan/atau bersifat final, selanjutnya investor juga harus mengisi kolom harta.

Kolom harta yang diisi adalah pos nomor 31 yaitu saham yang dibeli untuk dijual kembali. Untuk mengisi bagian ini, diperlukan data-data dari client portofolio.

Selanjutnya, kolom harta yang harus diisi adalah pos nomor 19 yaitu Setara Kas Lainnya. Sisa dana yang tidak dipergunakan untuk pembelian saham yang di dalamnya termasuk penghasilan dividen dan penghasilan dari penjualan saham tentunya menjadi saldo RDN. Sisa saldo yang tersisa di RDN inilah yang nantinya diisikan pada kolom setara kas lainnya.

Saham belum dijual atau saldo di RDN lupa dilaporkan pada SPT Tahunan?

Jangan khawatir, masih ada PPS! PPS atau Program Pengungkapan Sukarela adalah program baru yang dibuat Direktorat Jenderal Pajak berupa pemberian kesempatan kepada wajib pajak untuk melaporkan kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi secara sukarela melalui pembayaran PPh berdasarkan pengungkapan harta. Program ini hanya berlaku selama 6 bulan atau berakhir pada 30 Juni 2022.

Bila wajib pajak memiliki aset, misalnya berupa saham yang belum dijual atau memiliki saldo di RDN, maka aset tersebut wajib dilaporkan pada SPT Tahunan setiap tahunnya.

Apabila pemilik aset saham tersebut mengikuti PPS kebijakan II, maka wajib pajak wajib membayar PPh final sesuai dengan tarif sebagaimana diatura pada Pasal 6 Ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan No. PMK-196/PMK.03/2021 tentang Tata Cara Pelaksanaan PPS yang besarnya paling tinggi 18% dikalikan dengan nilai harta yang belum diungkapkan.

Jika tidak mengikuti PPS, maka Wajib Pajak Orang Pribadi yang belum melaporkan hartanya pada periode 2016 – 2020 akan dikenakan PPh final dengan tarif 30% (Pasal 11 ayat 2 Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan) ditambah sanksi keterlambatan.

Selain itu, bagi wajib pajak yang pernah mengikuti Program Tax Amnesty dan belum melaporkan hartanya secara lengkap maka akan dikenakan PPh final sebesar 25% untuk Wajib Pajak Badan, 30% untuk Wajib Pajak Orang Pribadi, dan 12,5% untuk wajib pajak tertentu dari harta bersih tambahan (PP 36/2017 tentang Tax Amnesty) ditambah sanksi administrasi hingga 200% atas keterlambatan.

Dengan demikian, dapat disimpulkan dengan mengikuti PPS, pajak yang dibayarkan akan lebih rendah bila dibandingkan jika tidak mengikuti PPS.

“Jadi tunggu apa lagi? Yuk ikut PPS Sekarang. Ungkap hartamu, mumpung ada PPS!”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Media Digital
Editor : Media Digital
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

# Hot Topic

Rekomendasi Kami

Foto

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper