Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Petani Sawit Tak Setuju Subsidi Migor Dicabut dan DMO Kembali Berlaku

Apkasindo berpandangan subsidi minyak goreng belum saatnya dicabut. Begitu pula dengan pemberlakuan kembali kebijakan DMO dan DPO yang sebelumnya dinilai telah gagal mengatasi persoalan minyak goreng
Sejumlah truk pengangkut Tanda Buah Segar (TBS) kelapa sawit mengantre di salah satu pabrik minyak kelapa sawit milik PT Karya Tanah Subur (KTS) Desa Padang Sikabu, Kaway XVI, Aceh Barat, Aceh, Selasa (17/5/2022). Antara/Syifa Yulinnas.
Sejumlah truk pengangkut Tanda Buah Segar (TBS) kelapa sawit mengantre di salah satu pabrik minyak kelapa sawit milik PT Karya Tanah Subur (KTS) Desa Padang Sikabu, Kaway XVI, Aceh Barat, Aceh, Selasa (17/5/2022). Antara/Syifa Yulinnas.

Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) mengkritik langkah pemerintah yang mencabut subsidi minyak goreng (migor) dan diberlakukannya kembali kewajiban pasokan dalam negeri atau domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO).

Ketua Umum Apkasindo Gulat Manurung menilai DMO dan DPO merupakan produk kebijakan yang gagal, karena krisis migor tetap tidak selesai meski keduanya telah diberlakukan.

“Kami petani tidak habis pikir mengapa Kemenko Perekonomian, Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian mengambil kembali opsi DMO dan DPO di mana opsi ini sudah gagal sebelumnya dan membuat kami petani sangat menderita,” ujarnya kepada Bisnis, Kamis (26/5/2022).

Gulat mengatakan, kebijakan DMO dan DPO tidak relevan untuk kondisi saat. Pasalnya, kebijakan tersebut menjadikan tahapan penyaluran migor dan ekspor CPO menjadi lebih panjang. “Opsi DMO dan DPO ini bukan tidak bagus, tapi tidak untuk sekarang ini dan opsi ini membutuhkan waktu yang panjang dalam pelaksanaannya sementara kami petani sudah hampir mati semua karena dampak minyakgoreng sawit yang tidak berkesudahan ini,” ungkapnya.

Bahkan, pihaknya pun membuat survei internal terkait kebiajakan baru dari pemerintah ini. Anggota Apkasindo yang tersebar di 22 provinsi di Indonesia 98 persen menolak kebijakan DMO dan DPO serta penghapusan migor curah.

“Petani berkeinginan supaya minyak goreng sawit tetap disubsidi, dengan presentase 98 persen MGS [minyak goreng sawit] harus disubsidi melalui dana BPDPKS, hanya 2 persen yang setuju DMO dan DPO. Hasil survei ini juga di dukung di Nomor WA Posko Pengaduan Kecurangan Harga TBS, yang per 25 Mei [2022] sudah masuk pengaduan hampir 50 ribu dari sumber petani dari Aceh sampai Papua,” jelasnya.

Gulat mengatakan, keinginan petani sawit sederhana yakni harga tandan buah segar sawit kembali normal dan minyak goreng subsidi subsidi tersedia di masyarakat dengan harga harga eceran tertinggi (HET).

Sementara itu, Pendiri dan Direktur Eksekutif Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (Paspi) Tungkot Sipayung menjelaskan mengapa penghapusan subsidi migor curah bakal membuat petani sawit makin merana. Dia mengatakan saat ini harga migor komersial di pasar domestik diasumsikan sekitar Rp20.000 per liter sedangkan di pasar internasional sekitar Rp 23-25 ribu per liter. Dalam kalkulasinya, jika pemerintah ingin migor ke level HET yaitu Rp14.000 per liter, caranya dengan mensubsidi pemasok setidaknya Rp7.000 per liter plus biaya tranportasi.

Jika tidak disubsidi, ujar dia, berarti pabrik migor dipaksa menjual migor curah di bawah Rp 14.000 per liter, misalnya Rp12.000 per liter dengan asumsi biaya transportasi dan margin pelaku atau pengecer misalnya Rp2.000 per liter, sehingga saat ke konsumen bisa ke level HET Rp14.000 per liter.

Dengan begitu, Tungkot menuturkan pabrik migor menanggung beban Rp8.000 per liter, hasil dari Rp20.000 (harga migor komersil) dikurangi Rp12.000 (migor curah) = Rp8.000 per liter.

“Nah jika ini yang terjadi maka pabrik migor akan mengalihkan beban tersebut ke produsen CPO [crude palm oil/minyak sawit mentah] dengan cara menekan harga CPO dan selanjutnya produsen CPO mengalihkan beban tersebut ke produsen TBS dengan menekan harga pembelian TBS (tandan buah segar sawit) oleh pabrik kelapa sawit (PKS),” ujarnya saat dihubungi Bisnis, Kamis (26/5/2022).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Indra Gunawan
Editor : Reni Lestari
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper