Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

DMO Batu Bara Dinilai Tak Tepat Masuk RUU EBT, Ini Alasannya

Koalisi Bersihkan Indonesia menilai ketentuan Domestic Market Obligation (DMO) batu bara dinilai tak tepat masuk ke dalam Rancangan Undang-Undang Energi Baru Terbarukan (RUU EBT).
Alat berat memindahkan batu bara ke dump truck di tambang batubara yang dioperasikan oleh PT Khotai Makmur Insan Abadi di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rabu (13/10/2021). Bloomberg/Dimas Ardian
Alat berat memindahkan batu bara ke dump truck di tambang batubara yang dioperasikan oleh PT Khotai Makmur Insan Abadi di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rabu (13/10/2021). Bloomberg/Dimas Ardian

Bisnis.com, JAKARTA - Koalisi Bersihkan Indonesia menilai ketentuan Domestic Market Obligation (DMO) batu bara dinilai tak tepat masuk ke dalam Rancangan Undang-Undang Energi Baru Terbarukan (RUU EBT).

Koordinator Bersihkan Indonesia Ahmad Ashov Birry mengatakan ketentuan DMO baru bara tak tepat masuk dalam RUU EBT karena termasuk ke dalam kategori energi kotor yang tinggi emisi.

Ashov menyatakan penempatan DMO batu bara di tengah momentum Indonesia menjadi pemimpin Forum G20 tahun ini dapat memberikan sinyal negatif terhadap komitmen Indonesia dalam mendorong pengembangan dan pemanfaatan energi terbarukan dunia.

"Ini sinyal yang tidak baik dan tidak jelas kepada komunitas internasional yang bersolidaritas atas dasar urgensi krisis iklim," kata Ashnov dalam sebuah diskusi di Jakarta, Kamis (19/5/2022).

Dia menyarankan agar pemerintah melihat potensi terganggunya keinginan bersolidaritas komunitas internasional terhadap rancangan regulasi yang masih memihak energi fosil.

"Ini perkara sinyal apalagi levelnya undang-undang, termasuk ke komunitas internasional, industri, tetapi juga kepada masyarakat," ujar Ashnov.

Sebelumnya, Badan Legislasi DPR RI mengusulkan besaran DMO masuk ke dalam norma RUU EBT agar Indonesia sebagai salah satu negara penghasil batu bara terbesar dunia tidak lagi mengalami kelangkaan batu bara melalui skema pemenuhan kebutuhan dalam negeri.

Pada pasal 6 ayat 6 RUU EBT tertulis untuk memastikan ketersediaan energi primer dalam pemanfaatan pembangkit listrik energi tak terbarukan, penyediaan batu bara bagi kebutuhan pembangkit listrik dilakukan dengan mekanisme DMO dengan ketentuan minimal 30 persen dari rencana produksi batu bara dan harga paling tinggi US$70 dolar per ton dengan acuan batu bara kalori 6.322 kcal per kilogram.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Newswire
Sumber : Antara
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper