Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Mata Uang Yen Melemah, Bisnis Otomotif Indonesia Kena Dampak?

Gaikindo menjelaskan dampak bisnis otomotif Indonesia di saat mata uang Yen melemah.
Mata uang yen Jepang dan Dollar AS./Bloomberg
Mata uang yen Jepang dan Dollar AS./Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA - Perusahaan otomotif Jepang di Indonesia dipandang tidak akan terkena dampak dari masalah yang melanda sektor manufaktur Jepang akibat pelemahan mata uang Yen, lockdown di China, dan situasi geopolitik.

Menurut Ketua Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Yohannes Nangoi, situasi tersebut tidak memengaruhi sektor otomotif di Indonesia karena mayoritas bahan baku berasal dari dalam negeri.

"Untuk mobil merakyat seperti Avanza dan Xenia, Honda Brio, dan Xpander 70 persen bahan baku dari dalam negeri," kata Yohannes, Kamis (19/5/2022).

Dengan demikian, sambungnya, industri otomotif kendaraan roda empat pabrikan Jepang yang memiliki pangsa 98 persen dari pasar mobil di Tanah Air sejauh ini dalam kondisi aman.

Diberitakan sebelumnya, sektor manufaktur Tanah Air menghadapi risiko tergerusnya investasi dari Jepang. Sentimen global yang melanda Negeri Sakura seperti kelemahan yen terhadap dolar Amerika Serikat dan masalah geopolitik menjadi penyebab.

Operasi manufaktur Jepang diperkirakan pulang kampung lantaran pelemahan yen sejak awal 2022 hingga 11 persen, gangguan rantai pasok global, kenaikan gaji overseas, hingga tekanan geopolitik.

Mengutip pemberitaan Bisnis.com 16 Mei 2022, sejumlah pabrikan yang akan memindahkan operasi di antaranya dari sektor komponen otomotif, elektronik, dan kosmetik.

Bahkan, Direktur Pelaksana Tokyo Steel Manufacturing Co., Kiyoshi Imamura sebelumnya mengatakan perusahaan Jepang sudah mulai keluar dari China, Asia Tenggara, dan Rusia.

Menurut Direktur Eksekutif CORE Indonesia Mohammad Faisal, tren pulang kampung pemain manufaktur Jepang juga memiliki kemungkinan terjadi di Tanah Air. Sebab, ujarnya, investor Jepang sudah memiliki catatan terkait dengan iklim investasi RI.

"Jepang punya beberapa catatan terkait iklim investasi Indonesia. Seperti, logistik mahal, masalah perburuhan, hambatan perdagangan nontarif, dan ketidakjelasan peraturan. Itu akan menjadi evaluasi investor Jepang," ujarnya.

Faisal menilai sejumlah sektor manufaktur RI yang berpotensi ditinggal oleh investor Jepang adalah elektronika dengan investasi yang cenderung stagnan, dan tekstil yang menurutnya justru mengalami kontraksi.

Saat ini, sambungnya, porsi terbesar investasi Jepang di Indonesia ada di manufaktur otomotif. Sebanyak 98 persen produksi mobil di Indonesia merupakan hasil dari manufaktur Jepang.

"Namun, untuk sektor manufaktur lain sudah tersalip China. Pemerintah mesti memerhatikan catatan dari investor Jepang. Jika tidak direspons, kemungkinan Jepang hengkang sebagai investor utama manufaktur RI kian besar," kata Faisal.

Sementara itu, sektor otomotif yang notabene ciri khas investasi Jepang di Indonesia dinilai masih cukup menjanjikan meskipun perlu upaya lebih untuk mendorong ekspor karena pasar domestik sedang mengalami kejenuhan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Rahmad Fauzan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper