Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ekonomi Tumbuh 5,01 Persen di Kuartal I, Ini Komentar Menkeu Sri Mulyani

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengharapkan konsumsi masyarakat lebih tinggi, dari realisasi yang dirilis BPS.
Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati/Youtube Ministry of Finance Republic Indonesia
Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati/Youtube Ministry of Finance Republic Indonesia

Bisnis.com, JAKARTA – Ekonomi Indonesia tumbuh 5,01 persen (year-on-year/yoy) pada kuartal I/2022, signifikan jika dibandingkan dengan 0,7 persen pada kuartal I/2021. Pertumbuhan ekonomi ini sejalan dengan kuatnya konsumsi dan investasi di Tanah Air.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada tiga bulan pertama tahun ini sebesar 4,34 persen yoy. Sementara itu, investasi tumbuh 4,06 persen yoy pada kuartal I/2022.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan realisasi pertumbuhan ini sejalan dengan proyeksi pemerintah. Komposisinya saja yang berbeda, sedangkan agregatnya sama, tambah mantan Kepala Bappenas tersebut.

"Kami mengharapkan konsumsi masyarakat lebih tinggi dan juga dari sisi belanja pemerintah kita anggap sangat kecil [kontraksinya]," papar Sri Mulyani dalam wawancara dengan televisi swasta, Selasa malam (11/5/2022).

Pertumbuhan ini, lanjutnya, patut disyukuri dan harus tetap diakselerasi sehingga momentum pertumbuhan secara keseluruhan tahun ini bisa dijaga.

Adapun, dia mengungkapkan tantangannya tidak mudah. Kita bersyukur angka infeksi Covid di Indonesia hanya 250 kasus saat ini. Bahkan, jumlah pasien di Wisma Atlet hanya 3 orang sejauh ini. Sementara itu, kasus Covid-19 di AS masih di atas 60.000 kasus.

"Banyak negara yang sudah 2,5 tahun masih tinggi, jadi kita merupakan sesutau yg harus kita syukuri."

Namun, Sri Mulyani mengingatkan bahwa tantangan bertambah akibat perang di Ukraina yang menimbulkan banyak spillover, mulai dari gangguan rantai pasok hingga inflasi global.

Kondisi kenaikan inflasi ini diberengi oleh kenaikan suku bunga acuan di negara maju. "kenaikan inflasi dan suku bunga akan melemahkan perekonomian negara-negara maju ini," ujarnya.

Melihat tantangan yang berbeda, Sri Mulyani menegaskan semua pihak tidak boleh berpuas diri dengan pandemi yang membaik.

"Kita harus waspada karena tantangannya berbeda dan bahkan lebih rumit," tambahnya.

Lebih lanjut, Sri Mulyani mengungkapkan konsumsi dan investasi memang tumbuh lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya saat pandemi memuncak.

Namun, level pertumbuhannya belum mencapai harapan. Salah satunya pertumbuhan konsumsi lima persen.

Di tengah inflasi global yang tergambar dalam kenaikan harga komoditas, daya beli masyarakat bisa terganggu. Padahal, konsumsi rumah tangga adalah kontributor utama pertumbuhan ekonomi.

Dia pun membeberkan bahwa harga minyak, Brent maupun WTI, telah mencapai di atas US$100 per barel. Sementara itu, asumsi harga minyak di dalam APBN 2022 tercatat US$63 per barel.

"Perbedaan yang sangat besar dan harga minyak belum diubah," kata Sri Mulyani. Artinya, shock yang terjadi dari luar masih diserap oleh APBN atau belum dialihkan ke harga di level konsumen.

"Ini suaya daya beli masyarakat yang belum pulih bisa terjaga."

Demikian pula dengan tarif listrik. Komponen untuk memproduksi listrik naik, misalnya batu bara yang harga pasarannya US$200 di level global. Dengan adanya DMO, Indonesia bisa terbantu di harga US$70 per ton.

"Jadi biaya listriknya naik, tapi harga listrik di masyarakat tidak berubah. Pasti nanti harus ada yang bayar [kekurangannya]. Yang bayar siapa? Lagi-lagi APBN," ujarnya.

Terkait dengan investasi, Sri Mulyani menuturkan investasi harus didorong dari BUMN dan swasta. Pemerintah sudah turun tangan memperkuat neraca BUMN dan tahun ini, beberapa membukakan kinerja yang membaik.

Sektor swasta yang mendapatkan keuntungan dari kenaikan harga komoditas, seperti CPO dan batu bara bisa memanfaatkan modal investasi. Kredit perbankan sudah tumbuh di atas 6 persen dan kredit dunia usaha sudah tumbuh di atas 7 persen.

Sri Mulyani berharap pertumbuhan kredit masih dapat dikerek. Jika kondisi mobilitas masyarakat dan konsumsi terjaga, dunia usaha akan percaya diri untuk mengambil kredit.

"Ini yang akan menimbulkan growth kredit perbankan," tegas Sri Mulyani.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper