Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Banyak THR Tidak Dibayar di Jakarta, Kemenaker Diminta Usut Tuntas

Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) menyampaikan hingga 3 Mei 2022, DKI Jakarta menjadi yang terbanyak dalam pengaduan masalah THR yakni 930 laporan.
Pemudik bersepeda motor terjebak kemacetan saat pengalihan arus lalu lintas di Jalan Ahmad Yani, Kamis, Bekasi, Jawa Barat, (28/4/2022). Menurut pihak kepolisian pengalihan arus lalu lintas akibat jumlah kendaraan bermotor pemudik yang mengalami peningkatan menuju jalan raya pantura pada H-4 Lebaran./Antara
Pemudik bersepeda motor terjebak kemacetan saat pengalihan arus lalu lintas di Jalan Ahmad Yani, Kamis, Bekasi, Jawa Barat, (28/4/2022). Menurut pihak kepolisian pengalihan arus lalu lintas akibat jumlah kendaraan bermotor pemudik yang mengalami peningkatan menuju jalan raya pantura pada H-4 Lebaran./Antara

Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) menyampaikan hingga 3 Mei 2022, DKI Jakarta menjadi yang terbanyak dalam pengaduan masalah THR yakni 930 laporan.

Dari jumlah tersebut, 416 laporan mengadukan soal THR tak dibayarkan, 377 laporan THR tak sesuai ketentuan dan 137 laporan THR terlambat bayar.

Adanya laporan pengaduan tersebut menurut Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar, membuktikan bahwa masih banyaknya pengusaha yang tidak patuh menjalankan kewajibannya membayar THR sesuai dengan aturan yaitu Undang-undang Cipta Kerja, Peraturan Pemerintah (PP) No. 36/2021 serta Permenaker No. 6/2016.

"Ke depan, untuk masalah THR ini, Kemenaker dan Disnaker harus proaktif menangani THR ini. Bagi perusahaan yang bermasalah, harus didatangi dan lakukan upaya preventif sehingga pelanggaran bisa diminimalisir. Lalu, lakukan proses penanganan dengan transparan. Nota pemeriksaan harus diinformasikan ke pekerja sebagai pelapor, dan proses pengenaan sanksi harus terpublikasi ke publik, agar ada sanksi sosial juga," katanya, Kamis (5/5/2022).

Menurut Timboel, banyaknya pelanggaran ini disebabkan oleh beberapa hal. Di antaranya masih lemahnya pengawasan ketenagakerjaan dan penegakkan hukum.

Dia menilai pengawas ketenagakerjaan tidak transparan dalam melakukan pengawasan dan penegakan hukum. Ditambah lagi, sanksi pelanggaran THR selama ini relatif tidak tegas.

"Sanksi paling berat adalah penutupan sebagian atau seluruh usaha. Sanksi ini tidak pernah terjadi karena pemerintah pusat dan pemerintah daerah tidak akan menutup usaha karena akan meningkatkan pengangguran terbuka. Lalu untuk Pemda, penutupan usaha di daerahnya akan menurunkan pendapatan asli daerahnya," ucap Timboel.

Lebih lanjut dia menyebut, penanganan pelanggaran pembayaran THR juga kerap kali diserahkan sebagai proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial, yang proses penyelesaiannya relatif lama. Mulai dari proses bipartit, mediasi, pengadilan hubungan industrial hingga Mahkamah Agung.

Padahal harusnya, sambung dia, pelanggaran THR merupakan ranah pengawasan ketenagakerjaan. Namun yang terjadi, pemerintah dalam hal ini Kemenaker dan Disnaker daerah tidak melakukan proses pencegahan, tetapi hanya bereaksi karena ada laporan dan dilakukan setelah H-7.

"Seharusnya dengan data laporan tahun lalu, Kemenaker dan Disnaker sudah mendatangai perusahaan yang tahun lalu melanggar pembayaran THR. Ini adalah upaya preventif dan harus dilakukan H-30 agar ada kepastian perusahaan membayar THR di H-7. Ini perlakuan khusus untuk perusahaan yang nakal tidak bayar THR," imbuh dia.

Timboel menambahkan, harus ada lembaga independen dengan kewenangan jelas untuk mengawasi kerja-kerja pengawas ketenagakerjaan tersebut. Hal ini penting untuk meminimalisir terjadinya kecurangan dalam penanganan pelanggaran THR tersebut.

"Pemerintah belum memiliki proses penanganan pelanggaran THR secara sistemik dan tidak ada lembaga yang mengawasi kerja-kerja pengawas ketenagakerjaan. Saya berharap sanksi pelanggaran didukung oleh Pemda dan kementerian/lembaga yang melakukan pelayanan publik dan disampaikan transparan ke publik," tutupnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Rahmi Yati
Editor : Pandu Gumilar
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper