Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nasib Insentif Impor Vaksin saat Kasus Covid-19 Melandai

Kemenkeu setidaknya memberikan empat skema fasilitas kepabean dan cukai terhadap impor alat kesehatan dan vaksin dalam rangka penanganan Covid-19.
Tenaga kesehatan menyuntikkan cairan vaksin dosis ketiga kepada warga lansia saat vaksinasi booster Covid-19 di Puskesmas Kecamatan Kramat Jati, Jakarta, Rabu (12/1/2021). Bisnis/Arief Hermawan P
Tenaga kesehatan menyuntikkan cairan vaksin dosis ketiga kepada warga lansia saat vaksinasi booster Covid-19 di Puskesmas Kecamatan Kramat Jati, Jakarta, Rabu (12/1/2021). Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA – Munculnya Covid-19 yang menjadi pandemi dalam dua tahun terakhir membuat Kementerian Keuangan mengeluarkan kebijakan seperti insentif fiskal pada berbagai usaha dan tentunya penanganan Covid-19. Pemberian insentif dengan harapan kebutuhan dalam negeri dapat dipenuhi dan harga komoditas kembali stabil.

Kemenkeu setidaknya memberikan empat skema fasilitas kepabean dan cukai terhadap impor alat kesehatan dan vaksin dalam rangka penanganan Covid-19.

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) memaparkan bahwa pembebasan atas impor vaksin dilandasi ketentuan dalam Undang Undang No. 2/2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No. 1/2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 dan/ atau dalam rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/ atau Stabilitas Sistem Keuangan.

Pada Perpres No. 9/2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi dalam rangka Penanggulangan Pandemi Covid-19, DJBC menyebutkan pasal 12 bahwa pemerintah dapat memberikan insentif fiskal berupa fasilitas perpajakan, kepabeanan, dan cukai atas impor vaksin, bahan baku vaksin dan peralatan yang diperlukan dalam produksi vaksin Covid-19, serta peralatan untuk pelaksanaan vaksinasi.

”Berdasarkan landasan tersebut maka terhadap impor vaksin diberikan insentif kepabeanan dan perpajakan sesuai PMK 188/PMK.04/2020,” ujar Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai Nirwala Dwi Heryanto, Rabu (27/4/2022).

Seiring tingginya tingkat vaksinasi dan menurunnya penularan, tercatat per 26 April 2022 terjadi penurunan kasus sebanyak 3.512 sehingga tersisa 9.739 kasus aktif. Hal tersebut pun membuat kebutuhan vaksin menurun atau tidak sebanyak pada awal 2021 saat vaksin mulai dijalankan. Lantas, akankah fasilitas impor vaksin dan alkes akan diberikan seterusnya?

Nirwala menyampaikan bahwa pemberian insentif akan berlanjut dengan melihat kondisi masyarakat dan rencana pemerintah dalam penanganan Covid-19.

“Pemberian insentif kepabeanan akan diberikan dengan tetap melihat dinamika yang ada di masyarakat serta rencana pemerintah, apakah akan tetap melaksanakan program vaksinasi atau tidak,” ujar Nirwala.

Dalam Informasi Kepabean dan Cukai (IKC), tercatat sejak 1 Januari 2022 hingga 22 April 2022 fasilitas tersebut telah diberikan sebanyak Rp1.014 miliar. Nilai tersebut terdiri dari fasilitas impor vaksin sebesar Rp831 miliar dan fasilitas impor alkes sebesar Rp183 miliar dengan total importasi vaksin sebanyak 53,48 juta dosis vaksin jadi.  

Dari total nilai realisasi, Impor masih didominasi komoditas vaksin (82,2 persen) diikuti Alat kesehatan (17,8 persen) seperti obat-obatan, PCR dan oksigen (termasuk tabung oksigen) serta alat terapi pernafasan (oxygen concentrator, generator, dan ventilator).

Kelanjutan pemberian insentif juga melihat ketentuan yang melandasi berlakunya PMK yaitu UU No. 2/2020 dan Perpres No. 9/2020, apabila ketentuan tersebut telah dicabut, maka pemberian fasilitas dapat dihentikan,” lanjut Nirwala.

Masih Butuh Vaksin Impor

Epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman menilai meski jumlah impor vaksin Covid-19 menurun seiring dengan melandainya kasus, Indonesia masih akan perlu impor selama dua hingga tiga tahun ke depan.

Dicky melihat saat ini Indonesia belum dapat berdiri sendiri tanpa vaksin impor, meski Vaksin Merah Putih (VMP) tengah dikembangkan dan diproyeksikan dapat digunakan di pertengahan tahun ini.

“Dalam pengamatan saya, dalam tiga tahun ke depan kita masih akan perlu vaksin impor. Bagaimanapun antara kebutuhan dan kesediaan yang bisa di-supply, katakanlah dalam negeri itu Sinovac, itu belum sebanding,” ujar Dicky, Selasa (26/4/2022).

Menurut Dicky, butuh waktu yang tidak sebentar bagi tim peneliti VMP karena harus memenuhi regulasi global, bukan hanya nasional, salah satunya terkait intellectual property right.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik pada 2021 terdapat 30,83 juta anak usia dini. Komposisi anak usia dini berdasarkan kelompok umur 5-6 tahun sebesar 29,28 persen atau sekitar 9 juta anak yang dapat divaksin pada 2022.

Pada kelompok usia 1-4 tahun, terdapat 57,16 persen atau sekitar 17,6 juta jiwa. Nilai ini menunjukkan dalam beberapa tahun ke depan saja, berarti ada kebutuhan dosis sebesar 52.8 juta (dosis 1,2, dan booster) untuk kelompok anak tersebut. Dicky turut memprediksi secara kasar melihat dari tingkat vaksinasi saat ini.

“Secara kasar, kalau usia dibawah 15 tahun aja sudah sekitar 50 juta. Kalau yang baru saja sekitar 30 juta, dalam satu tahun itu 3 dosis, jadi artinya untuk kelompok 30 juta itu saja membutuhkan 90 juta dosis,” kata Dicky.

Sementara proyeksi dari DJBC, tahun ini masih akan ada pemberian fasilitas impor vaksin senilai Rp4,6 triliun.

“Berdasarkan proyeksi, pada tahun 2022 diestimasikan terdapat impor vaksin sebanyak  299,9 juta dosis dengan total fasilitas sebesar Rp4,6 triliun,” ungkap Nirwala.

Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 dari Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi membenarkan akan kembali impor vaksin di tahun ini, namun pihaknya belum dapat menyebutkan angka pasti.

“Kita sudah ada perhitungan kebutuhan [vaksin] 2022 dan ada mekanisme  pembiayaan  baik hibah atau bilateral. Untuk jenis vaksin tergantung nanti diplomasi kita dengan negara pemberi hibahnya,” ujar Nadia, Selasa (26/4/2022).

Lanjutkan Bangun Negeri

Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Heri Firdaus melihat ke depan, kala menuju endemi dan tingkat vaksinasi semakin tinggi akan memperkecil kebutuhan vaksin yang juga akan memperkecil jumlah insentif fiskal untuk impor vaksin.

“Jadi kalau nanti sudah waktunya, sudah benar-benar tidak pandemi, baru mungkin nanti kembali seperti biasa, mungkin nanti ada aturan mengenai impornya lagi,” ungkap Heri, Selasa (26/4/2022).

Heri berharap bahwa semakin kecilnya anggaran untuk bidang kesehatan tersebut akan berdampak pada agenda pemerintah dalam mengakselerasi agenda yang sebelumnya tertunda.

“Kalau sudah pulih kan untuk apa disokong atau dibantu, anggaran digunakan kembali untuk melanjutkan agenda-agenda pembangunan yang selama ini tertunda seperti infrastruktur. Yang penting kita bisa memperkecil defisit,” ungkap Heri.

Pemerintah tidak hanya bergantung pada impor, namun juga turut mengoptimalkan potensi produk alkes dan obat-obatan dalam negeri. Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menyampaikan bahwa akan mulai fokus mendorong investasi di sektor kesehatan.

“Alhamdulillah [investasi] sudah mulai kelihatan naik dan sudah mencapai Rp169 triliun di kuartal pertama. Ini akan menjadi focusing  kita ke depan agar bisa mengganti menjadi produk dalam negeri untuk mengatur neraca perdagangan,” ungkap Bahlil dalam Konferensi Pers Realisasi Investasi Triwulan I Tahun 2022, Rabu (27/4/2022).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper