Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Neraca Perdagangan Positif, Transaksi Berjalan Masih Berpeluang Surplus di Kuartal I/2022

Pada kuartal I/2022, Bank Mandiri memperkirakan neraca transaksi berjalan akan mencatat surplus atau defisit kecil, -0,2 persen hingga 0,5 persen dari PDB.
Suasana bongkar muat peti kemas di Jakarta International Container Terminal, Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (8/1/2019)./Bisnis-Abdullah Azzam
Suasana bongkar muat peti kemas di Jakarta International Container Terminal, Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (8/1/2019)./Bisnis-Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA - Surplus neraca perdagangan Indonesia pada Maret 2022 meningkat menjadi US$4,53 miliar dibandingkan pada Februari 2022 yaitu US$3,83 miliar. Kondisi ini memperkuat peluang transaksi berjalan mengalami surplus pada kuartal I/2022.

Ekonom PT Bank Mandiri Tbk. Faisal Rachman mengatakan angka realisasi tersebut di atas perkiraan mereka dimana neraca perdagangan mencatat surplus US$2,89 miliar dan perkiraan konsensus pasar mencatat surplus US$3,05 miliar.  

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pertumbuhan ekspor Indonesia pada Maret 2022 meningkat menjadi US$26,50 miliar atau 44,36 persen (year-on-year/yoy) dari 34,14 persen yoy pada Februari 2022.

Selain itu, pertumbuhan impor pada Maret 2022 juga menguat, menjadi US$21,97 miliar atau  30,85 persen yoy dari 25,43 persen pada bulan sebelumnya.

Atas dasar itulah, Faisal memperkirakan defisit transaksi berjalan lebih kecil dari perkiraan sebelumnya.

Pada kuartal I/2022, Faisal memperkirakan neraca transaksi berjalan akan mencatat surplus atau defisit kecil, -0,2 persen hingga 0,5 persen dari PDB.

"Kami sekarang melihat neraca transaksi berjalan pada tahun 2022 mencatat defisit yang lebih kecil dari perkiraan kami sebesar -2,15 persen dari PDB.  Estimasi terbaru kami menunjukkan bahwa defisit transaksi berjalan dapat berkisar antara -1 persen hingga 0 persen dari PDB dibandingkan 0,28 persen dari PDB pada tahun 2021," kata Faisal dalam keterangan tertulisnya, Senin (18/4/2022).

Selain itu, kata dia, impor akan mengejar ekspor seiring dengan percepatan pemulihan ekonomi domestik.

Peningkatan aktivitas investasi dan manufaktur akan memperkuat permintaan bahan baku dan barang modal yang mencapai sekitar 90 persen dari total impor.

Kendati demikian, perang antara Rusia dan Ukraina telah memperpanjang tren kenaikan harga komoditas dari yang diantisipasi sebelumnya.

Kondisi tersebut akan mendukung ekspor dan mempertahankan rangkaian surplus perdagangan yang besar untuk beberapa waktu.

Menurut Faisal, kondisi ini dapat menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, meminimalkan risiko inflasi impor, dan lebih mendukung agenda Bank Indonesia untuk tidak terburu-buru menaikkan suku bunga kebijakan di tengah perlunya menjaga stabilitas dengan latar belakang normalisasi moneter global.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Ni Luh Anggela
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper