Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Optimalkan Pendapatan Negara, Pemerintah Resmi Terapkan Tarif PNBP Produksi Batu Bara Berjenjang

Berdasarkan Pasal 16 Peraturan Pemerintah No.15/2022  tentang Perlakuan Perpajakan dan/atau Penerimaan Negara Bukan Pajak di Bidang Usaha Pertambangan Batu Bara, untuk setiap penjualan batubara dengan HBA di bawah US$70 per ton dikenakan tarif 14 persen, sementara HBA di antara US$70 per ton sampai US$80 per ton dikenakan tarif 17 persen, selanjutnya HBA di rentang US$80 per ton sampai US$90 per ton dikenakan tarif 23 persen. 
Sebuah kapal tongkang pengangkut batu bara melintas di Sungai Musi, Palembang, Sumatera Selatan, Jumat (14/1/2022). ANTARA FOTO/Nova Wahyudi
Sebuah kapal tongkang pengangkut batu bara melintas di Sungai Musi, Palembang, Sumatera Selatan, Jumat (14/1/2022). ANTARA FOTO/Nova Wahyudi

Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah resmi mengumumkan kebijakan tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) produksi batubara berjenjang bagi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak atau Perjanjian pada hari ini, Senin (18/4/2022). 

Direktur Pembinaan Pengusahaan Batu Bara Kementerian ESDM Lana Saria mengatakan kebijakan tarif berjenjang itu dibagi ke dalam lima kelas pungutan yang diatur secara progresif mengikuti besaran harga batubara acuan atau HBA. Dengan demikian, pada saat HBA rendah, tarif PNBP produksi batubara yang diterapkan tidak terlalu membebani pemegang IUPK.

Di sisi lain saat harga komoditas tertahan tinggi, negara diharapkan dapat memaksimalkan penerimaan pajak dari sektor pertambangan ini. “Tarif berjenjang sampai lima layer itu bertujuan untuk menjaga stabilitas kegiatan perekonomian pertambangan, saat harga tinggi negara dapat meningkatkan penerimaan kalau harga rendah pelaku usaha tidak terbebani tarif PNBP yang tinggi,” kata Lana saat mengadakan konferensi pers daring, Senin (18/4/2022). 

Berdasarkan Pasal 16 Peraturan Pemerintah No.15/2022  tentang Perlakuan Perpajakan dan/atau Penerimaan Negara Bukan Pajak di Bidang Usaha Pertambangan Batu Bara, untuk setiap penjualan batubara dengan HBA di bawah US$70 per ton dikenakan tarif 14 persen, sementara HBA di antara US$70 per ton sampai US$80 per ton dikenakan tarif 17 persen, selanjutnya HBA di rentang US$80 per ton sampai US$90 per ton dikenakan tarif 23 persen. 

Sementara itu, tarif 25 persen berlaku untuk penjualan batu bara dengan HBA di angka US$90 per ton sampai US$100 per ton. Adapun, tarif maksimal sebesar 28 persen dikenakan untuk HBA di atas atau sama dengan US$100 per ton. 

“Jadi masing-masing layer dibuat dengan persentase yang berbeda-beda semua diarahkan untuk peningkatan penerimaan negara dengan rata-rata peningkatan 7 persen dari rencana kerja pada saat perpanjangan IUPK,” kata dia. 

Di sisi lain, dia menambahkan, tarif pungutan untuk penjualan dalam negeri atau kepentingan domestic market obligation dikunci di angka 14 persen bagi IUPK dari Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) generasi 1 dan generasi 1 plus. 

“Kenapa penjualan dalam negeri itu sama nilainya 14 persen karena harganya untuk dalam negeri kita patok untuk kelistrikan US$70 per ton non kelistrikan seperti semen dan pupuk itu US$90 per ton,” kata dia.

Seperti diberitakan sebelumnya, pemerintah menerbitkan aturan baru terkait dengan perpajakan dan penerimaan negara bukan pajak di sektor batu bara seiring dengan berubahnya rezim kontrak menjadi izin. 

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan sebagai amanat Pasal 169A UU No. 3/2020 Tentang tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba), rezim kontrak yang berakhir dapat diperpanjang menjadi rezim izin, yaitu Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/ Perjanjian, dengan mempertimbangkan upaya peningkatan penerimaan negara. 

Dalam memenuhi upaya tersebut, Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah No.15/ 2022 tentang Perlakuan Perpajakan dan/atau Penerimaan Negara Bukan Pajak di Bidang Usaha Pertambangan Batubara yang ditetapkan pada 11 April 2022.

“PP ini menjadi tonggak penting sebagai landasan hukum konvergensi kontrak yang nantinya berakhir menjadi rezim perizinan dalam upaya peningkatan penerimaan negara," ujarnya dalam keterangan resminya, Jumat (15/4/2022).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Kahfi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper