Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

BI Optimis, Pengusaha Malah Pesimis PMI Tembus 56 Persen pada Kuartal Kedua

Terganggunya rantai pasok, kenaikan harga energi, hingga penerapan tarif pajak baru akan memberatkan laju manufaktur. Karena itu, kalangan pengusaha pesimis melihat proyeksi pertumbuhan industri pada kuartal kedua tahun ini.
Pengrajin menyelesaikan pembuatan alas sepatu di Jakarta, Jumat (17/1). Bisnis/Abdullah Azzam
Pengrajin menyelesaikan pembuatan alas sepatu di Jakarta, Jumat (17/1). Bisnis/Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai industri manufaktur menghadapi berbagai tantangan dari banyak sisi saat ini, yang kemungkinan besar dapat menahan laju ekspansi pada kuartal kedua tahun ini.

Ketua Industri Manufaktur Apindo Johnny Darmawan mengatakan proyeksi Prompt Manufacturing Index Bank Indonesia (PMI-BI) sebesar 56,06 persen pada kuartal II/2022 sulit untuk direalisasikan mengingat tekanan inflasi dan kendala rantai pasok bahan baku yang belum mereda.

"Boleh-boleh saja pemerintah memproyeksikan [PMI-BI] 56 persen, tetapi menurut saya itu berat, dengan adanya hambatan-hambatan terutama adanya konflik Rusia-Ukraina yang sangat berpengaruh," kata Johnny saat dihubungi Bisnis, Senin (18/4/2022).

Kendala pasokan bahan baku telah dirasakan sejumlah sektor. Industri baja misalnya, yang banyak mendapatkan pasokan bahan baku dari Rusia. Sementara bahan baku dari dalam negeri menjadi tumpuan, keran ekspor ke Eropa terbuka dengan harga yang lebih tinggi.

Selain itu, pasokan gandum sebagai bahan baku industri makanan juga terancam surut jika perang tak kunjung usai. Ukraina dan Rusia diketahui menyumbang 30 persen kebutuhan gandum dunia. Sementara itu, Indonesia mengimpor 26,8 persen atau 3,07 juta ton gandum dari Ukraina pada tahun lalu.

Di sisi lain, Johnny juga melihat daya beli masyarakat Indonesia belum sepenuhnya pulih dan justru bakal tertekan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 11 persen, dan peningkatan harga BBM.

"Kenaikan pajak ini cukup memberatkan, menekan daya beli meskipun dibantu dengan BLT [bantuan langsung tunai]," katanya.

Indikasi pelemahan pemulihan manufaktur juga ditunjukkan pada capaian Purchasing Managers's Index (PMI) manufaktur pada dua bulan terakhir. Pada Maret 2022 angkanya mencapai 51,3, naik tipis dari bulan sebelumnya 51,2.

Melemahnya PMI manufaktur pada Februari dinilai karena ketidakpastian kelanjutan insentif Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) kendaraan bermotor roda empat. Sedangkan kenaikan tipis pada Maret ditengarai juga terdorong pembelian menjelang pemangkasan insentif PPnBM.

"April ini seharusnya meningkatnya jauh karena ada Lebaran, tetapi kelihatannya impact-nya tidak terlalu besar," ujar Johnny.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Reni Lestari
Editor : Kahfi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper