Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Utang Indonesia Relatif Rendah dibandingkan Negara G20 dan Asean, Sri Mulyani: Perlu Dijaga!

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan rasio utang Indonesia termasuk relatif rendah jika dibandingkan dengan negara-negara Asean, G20 atau bahkan di seluruh dunia. Namun, rasio utang yang rendah tersebut perlu dijaga secara hati-hati dan prudent.
Menteri Keuangan Sri Mulyani melantik 11 pimpinan tinggi pratama di lingkungan Kementerian Keuangan, Senin (24/8/2020). Menteri Keuangan hadir secara virtual dalam pelantikan ini/Kemenkeu
Menteri Keuangan Sri Mulyani melantik 11 pimpinan tinggi pratama di lingkungan Kementerian Keuangan, Senin (24/8/2020). Menteri Keuangan hadir secara virtual dalam pelantikan ini/Kemenkeu

Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Keuangan terus menjaga konsolidasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) guna menjaga kesehatan APBN. Salah satunya, pemerintah akan mengerem penerbitan utang

Hal ini dilakukan agar defisit fiskal bisa kembali ke level aman, di bawah 3 persen pada tahun 2023. Hingga akhir Februari 2022, posisi utang pemerintah berada di angka Rp7.014,58 triliun dengan rasio utang pemerintah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 40,17 persen.

Posisi tersebut meningkat bila dibandingkan dengan posisi utang per 31 Januari 2022 yaitu Rp6.919,15 triliun atau 39,63 persen dari PDB.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan rasio utang Indonesia termasuk relatif rendah jika dibandingkan dengan negara-negara Asean, G20 atau bahkan di seluruh dunia.

Kendati demikian, rasio utang yang rendah tersebut perlu dijaga secara hati-hati dan pruden.

"Kita akan melihat dari sisi bagaimana kita menjaga, terutama dukungan Bank Indonesia untuk tahun ini melalui SKB I dan III yang masih berjalan dan juga dari sisi mengoptimalkan baik dari sisi belanja negara maupun dari sisi pendapatan negara yang saat ini mengalami peningkatan karena komoditas yang meningkat," kata Sri Mulyani dalam Konferensi Pers Hasil Rapat Berkala KSSK II Tahun 2022, Rabu (13/4/2022).

Kemudian, untuk penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) Sri Mulyani mengatakan dengan adanya penerimaan negara yang cukup tinggi dan Saldo Anggaran Lebih (SAL), pemerintah akan melakukan pemanfaatan optimalisasi sisa anggaran lebih tahun lalu dan potensi mengurangi defisit.

Di lain sisi, Sri Mulyani mengajak untuk melihat risiko global akibat normalisasi kebijakan moneter terutama dari The Fed dan juga perang di Ukraina yang semuanya akan berpotensi menekan pasar SBN dari sisi yield dan demand terhadap SBN.

"Oleh karena itu dari sisi bagaimana kita merencanakan pembiayaan, pertama kita akan mengurangi issuance dari utang dengan penggunaan SAL paling tidak sampai dengan Maret ini adalah penurunan Rp100 triliun," ujarnya.

Tak hanya itu, pemerintah akan terus melakukan penyesuaian dari sisi jumlah penerbitan, tenor SBN yang akan diterbitkan, waktu penerbitan dan juga dari sisi komposisi mata uang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Ni Luh Anggela
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper