Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

AS Segera Kaji Tarif Impor China, Sumber Masalah 'Perang Dagang'

Peraturan tarif impor era Presiden AS Donald Trump yang telah memicu perang dagang ini akan segera dikaji di tengah sibuknya administrasi Biden mengelola inflasi dan persiapan menjelang pemilu paruh waktu 2022.
Joe Biden (kiri) saat masih menjabat Wapres AS bertemu Presiden China Xi Jinping dalam satu kesempatan di Balai Agung Rakyat China di Beijing pada tahun 2011./Antararnrn
Joe Biden (kiri) saat masih menjabat Wapres AS bertemu Presiden China Xi Jinping dalam satu kesempatan di Balai Agung Rakyat China di Beijing pada tahun 2011./Antararnrn

Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintahan Presiden Amerika Serikat Joe Biden akan segera mengkaji tarif barang impor dari China senilai US$300 miliar yang telah memicu perang dagang dua ekonomi terbesar di dunia ini. 

Dilansir Bloomberg pada Minggu (6/3/2022), hal ini terkait dengan Pasal 301 Undang-Undang Perdagangan 1974, dasar hukum yang digunakan Presiden Donald Trump untuk menyerang China dengan tarif mulai Juli 2018.

Peraturan bea masuk tersebut berlaku selama 4 tahun setelah diimplementasikan, kecuali Perwakilan Dagang AS melakukan analisis efektivitas dan konsekuensinya.

Untuk kelompok barang pertama, kajian tarif produk China senilai US$34 miliar harus dilakukan dalam 60 hari sebelum berakhir pada 6 Juli dengan mayoritas habis masa berlakunya dalam beberapa bulan ke depan. 

"Ini bukan sesuatu yang bisa diabaikan. Anda tidak dapat melakukan proses ini setengah-setengah. Kajian ini akan memunculkan kepentingan baru dalam tarif Bagian 301," ungkap mitra firma hukum Akin Gump Strauss Hauer & Feld LLP di Washington, Stephen Kho. 

Kantor Perwakilan Dagang AS mengkonfirmasi pentingnya kajian ini. 

Administrasi Biden belum memberikan sinyal untuk menghapus tarif, meskipun inflasi sudah melambung hingga 7 persen dan harga energi hingga gandum terkerek setelah invasi Rusia ke Ukraina. 

Seperti diketahui, Trump menerapkan tarif kepada China hampir US$500 miliar untuk produk yang dikirim antara kedua negara. 

Pada awal 2020, mereka menyetujui kesepakatan fase satu yang ditandai penghapusan sejumlah tarif dengan imbalan Beijing mengatasi pencurian kekayaan intelektual dan membeli produk AS seperti energi, pertanian, dan barang manufaktur senilai US$200 miliar hingga Desember lalu.

Hingga saat ini, Biden masih mempertahankan tarif selama setahun kepresidenannya lantaran China masih jauh dari komitmen pembelian. 

Hal itu membuka peluang kemungkinan bahwa pungutan akan  lebih permanen dari lanskap perdagangan.

Perwakilan Kementerian Perdagangan AS Katherine Tai belum berhasil melakukan negosiasi dengan China terkait hal ini. 

Tanpa justifikasi yang kuat untuk pelonggaran tarif, administrasi Biden akan sulit membuat langkah politik karena inflasi juga sedang memanas menjelang pemilihan paruh waktu pada  November.

Negosiator perdagangan lama AS yang sekarang menjadi wakil presiden Institut Kebijakan Masyarakat Asia di Washington, Wendy Cutler, mengatakan kesepakatan fase satu Trump telah menghilangkan pilihan bagus agar China mau mematuhinya. 

"Selalu lebih sulit untuk melepaskan proteksi perdagangan daripada menerapkannya,” kata Cutler. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Nindya Aldila
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper