Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Perang Rusia-Ukraina Bakal Lebarkan Defisit Neraca Migas Indonesia

Kamar Dagang dan Industri (Kadin) memperkirakan defisit neraca migas akan melebar karena melemahnya nilai tukar rupiah dan kenaikan harga minyak akibat krisis tersebut. 
Tempat penyimpanan minyak di Pelabuhan Richmond in Richmond, California/ Bloomberg - David Paul Morris
Tempat penyimpanan minyak di Pelabuhan Richmond in Richmond, California/ Bloomberg - David Paul Morris

Bisnis.com, JAKARTA — Kamar Dagang dan Industri (Kadin) memproyeksikan defisit neraca perdagangan minyak dan gas (Migas) bakal bertambah lebar seiring dengan kenaikan harga minyak dunia yang dipicu perang Rusia-Ukraina. 

Koordinator Wakil Ketua Umum III Kadin bidang Maritim Investasi dan Luar Negeri Shinta W. Kamdani mengatakan pelebaran defisit neraca itu dipengaruhi karena melemahnya nilai tukar rupiah akibat krisis tersebut. 

“Dalam kondisi kenaikan harga minyak global dan pelemahan nilai tukar rupiah akibat krisis ini, kita akan sangat sulit mempertahankan surplus perdagangan meskipun konsumsi bahan bakar minyak [BBM] kita secara nasional tidak berubah,” kata Shinta melalui pesan WhatsApp, Jumat (25/2/2022). 

Menurut Shinta, impor Migas Indonesia cenderung bersifat konsumtif ketimbang produktif. Dengan demikian, beban pada neraca perdagangan seiring dengan kenaikan harga minyak dunia diproyeksikan bakal signifikan. 

“Kalau kita tidak bisa menggenjot kinerja ekspor atau segera melakukan stabilisasi nilai tukar, defisit perdagangan sangat bisa terjadi,” kata dia. 

Adapun, harga minyak global melesat ke level US$100 per barel untuk pertama kalinya sejak 2014. Ini merupakan pukulan ganda bagi ekonomi dunia lantaran menekan prospek pertumbuhan dan menaikkan tingkat inflasi. 

Data Bloomberg hingga 12.16 WIB, minyak Brent melonjak 4,65 persen atau 4,50 poin ke US$101,34 per barel sementara minyak WTI naik 4,59 persen atau 4,23 poin ke US$96,33 per barel. 

Mengutip Bloomberg, Kamis (24/2/2022), lonjakan harga minyak merupakan kombinasi yang mengkhawatirkan bagi Federal Reserve AS dan sesama bank sentral karena mereka berusaha menahan tekanan harga terkuat dalam beberapa dekade tanpa menggagalkan pemulihan ekonomi dari pandemi.

“Kami harap pemerintah bisa menciptakan ruang fiskal yang cukup untuk mempertahankan subsidi BBM. Ini perlu dilakukan segera dalam jangka pendek,” kata dia. 

Sementara konflik antara Ukraina dengan Rusia turut membuat nilai tukar rupiah berpotensi melemah pada perdagangan hari ini. Kemarin (24/2/2022), nilai tukar rupiah terhadap dolar AS ditutup melemah bersama dengan sejumlah mata uang lainnya di Asia. 

Berdasarkan data Bloomberg, nilai tukar rupiah ditutup melemah 0,37 persen atau 53,5 poin hingga parkir ke posisi Rp14.391 per dolar AS. Sementara indeks dolar AS terpantau naik 0,37 persen di level 96,54

Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca minyak dan gas (migas) mengalami defisit yang lebar mencapai US$1,33 miliar pada Januari 2022. Defisit neraca migas itu disebabkan karena nilai impor yang lebih tinggi ketimbang ekspor pada awal tahun ini. 

Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa (Disjas) BPS Setianto mengatakan nilai impor Januari 2022 meningkat 43,66 persen dari posisi US$1,55 miliar menjadi US$2,23 miliar secara tahunan atau year-on-year (yoy). 

“Untuk impor migas ini meningkat 43,66 persen dari US$1,55 miliar pada Januari 2022 menjadi US$2,23 miliar pada Januari 2022,” kata Sentiato saat konferensi pers daring, Selasa (15/2/2022).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper