Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sri Mulyani: Suhu Bumi Sempat Turun karena Pandemi Covid-19, Tapi Belum Ideal

Terdapat dampak bagi perubahan iklim (climate change) yang cukup baik dari pandemi Covid-19. Berkurangnya aktivitas masyarakat membuat emisi karbon atau CO2 pun menurun hingga 6,4 persen pada awal 2020.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memberikan pemaparan dalam konferensi pers Realisasi APBN 2021 di Jakarta, Senin (3/1/2021). Bisnis/Himawan L Nugraha
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memberikan pemaparan dalam konferensi pers Realisasi APBN 2021 di Jakarta, Senin (3/1/2021). Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA — Suhu permukaan bumi sempat menurun hingga 6,4 persen pada awal terjadinya pandemi Covid-19 seiring berkurangnya aktivitas masyarakat dunia. Namun, hal tersebut belum sepenuhnya sesuai harapan karena masih terdapat risiko kenaikan di kemudian hari.

Hal tersebut disampaikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang menjadi pembicara utama dalam gelaran Bisnis Indonesia Green Economy Outlook pada Selasa (22/2/2022). Acara itu mengusung tema Arah Kebijakan Indonesia dan Tantangan dalam Mewujudkan Green Economy.

Sri Mulyani menjelaskan bahwa pandemi Covid-19 menyebabkan aktivitas ekonomi masyarakat di dunia menurun. Kinerja perekonomian global pun terkoreksi karena pandemi.

Meskipun begitu, terdapat dampak Covid-19 bagi perubahan iklim (climate change) yang cukup baik. Berkurangnya aktivitas masyarakat membuat emisi karbon atau CO2 pun menurun hingga 6,4 persen pada awal 2020.

"Dampaknya sangat berat bagi perekonomian. Namun, dari sisi emisi karbon atau CO2 yang menjadi penyebab menghangatnya dunia dan kemungkinan terjadinya dampak perubahan iklim yang sangat besar, justru menimbulkan kontraksi terhadap emisi, yang itu ingin dicapai," ujar Sri Mulyani pada Selasa (22/2/2022).

Menurutnya, penurunan 6,4 persen emisi karbon setara dengan 2,3 miliar ton CO2 secara global. Penurunan seperti itu belum pernah terjadi sebelumnya meskipun terdapat berbagai usaha dan perjanjian untuk menekan dampak krisis iklim.

Meskipun begitu, menurut Sri Mulyani kondisi itu bukanlah sesuatu yang diinginkan, karena masyarakat global dihadapkan pada pilihan penyelamatan dunia dari dampak krisis iklim atau penyelamatan kesejahteraan dan perekonomian.

"Yang diinginkan dunia adalah masyarakat tetap bisa melaksanakan kegiatan ekonomi. Dan terutama untuk negara-negara berkembang seperti Indonesia tetap bisa melaksanakan program-program pembangunan untuk kesejahteraan masyarakatnya, tetapi bisa upaya penurunan CO2 di dalam rangka menghindari konsekuensi katastropik dari krisis iklim," ujarnya.

Adapun, di Indonesia sendiri suhu permukaan tercatat kembali mengalami kenaikan menjelang akhir 2020. Berdasarkan laporan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), terjadi kondisi perubahan iklim ekstrem pada September 2020 di Indonesia.

Melalui pengumpulan data dari 89 stasiun pengamatan BMKG, suhu udara rata-rata bulan September 2020 adalah 27,2°C. Catatan suhu itu naik 0,6°C dibandingkan dengan suhu rata-rata bulan September periode 1981—2010 di Indonesia yaitu 26,6°C.

Anomali suhu udara di Indonesia September 2020 ini merupakan anomali tertinggi ketiga sepanjang periode data pengamatan. 

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menjelaskan bahwa meningkatnya suhu udara, konsentrasi gas karbondioksida dan gas-gas lainnya di atmosfer akan menyebabkan efek rumah kaca.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper